Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Kabut G30S Terjadi karena Kecerdasan Soeharto dan Kenegarawanan Bung Karno

Diperbarui: 9 Oktober 2015   07:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bung Karno dan Soeharto I Sumber propelajar.com"][/caption]

Banyak orang sampai sekarang kebingungan menentukan tentang sejarah dan dalang G30S. Yang terjadi adalah kesimpangsiuran. Tak ada yang utuh. Yang utuh hanya luka sejarah tak pernah kering. Ada yang menyebut sebagai kudeta militer dengan menuduh dua kubu: militer dan para tokoh PKI – namun temaram. Ada yang menyebut telikungan perebutan kekuasaan antara dua kubu: PKI dan Bung Karno. Masing-masing dengan argumentasi mentah. Tak ada bukti-bukti kuat. Oleh karena itu, melihat G30S harus dari konteks sejarah secara menyeluruh. Mari kita telaah konteks menyeluruh peristiwa G30S dengan memandang kontestasi militer, peran dan posisi PKI, eyang saya Presiden Soeharto dan Bung Karno dengan hati gembira ria senang sentosa suka-cita pesta-pora suka-suka senang bahagia riang menari menyanyi berdansa selamanya senantiasa.

Untuk memahami secara utuh peristiwa G30S 1965, publik harus (1) melihat situasi politik sekitaran 1965 dan juga enam bulan setelahnya. Juga (2) langkah penyingkiran Bung Karno setelah 11 Maret 1966 dan (3) naiknya eyang saya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia menggantikan Bung Karno.

Lalu (4) bagaimana kecerdasan eyang saya Presiden Soeharto menempatkan teman-temannya dan juga menyingkirkan para orang terdekatnya seperti AH Nasution dan menganakemaskan Amirmachmud dan menyingkirkan Basuki Rahmat, dan memanfaatkan jasa M. Panggabean untuk (5) menguatkan posisi politik dan intrik di dalam dan luar Istana Negara – dan TNI secara keseluruhan.

Pertama, posisi militer Indonesia dalam peristiwa G30S. Peristiwa G30S adalah peristiwa militer paling kejam. Para jenderal dibunuh dan diburu. Yang dikambinghitamkan adalah Letkol Untung. Komandan Cakrabirawa pengawal Presiden Soekarno itu dituduh menjadi komando pembunuhan para jenderal, pun akhirnya Letkol Untung menjadi target dan dibunuh tanpa pengadilan yang fair. Di belakang itu ada tokoh politik yang juga dijadikan kambing biang kerok: DN Aidit – Ketua Committee Central Partai Komunis Indonesia. Dipa Nusantara Aidit pun dibunuh sehabis minum kopi di warung.

Posisi militer Indonesia sungguh unik. Para jenderal TNI waktu itu sangat kuat. Solid. Jenderal Ahmad Yani adalah jenderal paling brilian selain Jenderal Abdul Haris Nasution. Bahkan Jenderal Ahmad Yani adalah presiden masa depan yang digadang oleh Bung Karno sebagai penggantinya. Hubungan luar biasa itu menjadi kecemburuan di berbagai kalangan: PKI yang ketika itu berkuasa dan kalangan militer baik yang akhirnya dibunuh atau yang selamat dari pembunuhan.

Posisi yang strategis itu terkompori – dan sekaligus dijerumuskan oleh dinas rahasia Amerika Serikat (CIA) – untuk menumbukkan tentara dengan PKI. PKI mengusulkan dan mengusung angkatan keempat selain Polri: barisan tani dan nelayan alias BTN. BTN ini dicurigai dan tidak disetujui oleh kalangan militer secara keseluruhan. Maka perdebatan dan konflik terbuka pun merebak antara PKI dengan militer.

Petinggi militer semisal Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal A.H. Nasution menyampaikan agar Bung Karno tidak menyetujui usulan PKI – yang saat itu menjadi organisasi partai politik terkuat pengaruhnya. PKI diisi oleh banyak tokoh dan ulama, serta kalangan veteran pergerakan revolusi Indonesia. Pengaruh PKI sungguh merasuk ke dalam semua lini – seperti kekuatan Golkar di masa eyang saya Presiden Soeharto. Bung Karno gamang

Kedua, peran para tokoh PKI dan posisi PKI. PKI karena kebesarannya dan menganggap diri mampu mendekati Bung Karno, mengedepankan slogan-slogan partai melebihi kebangsaannya. PKI adalah organisasi komunis terbesar ketiga di dunia setelah Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok. Kebesaran PKI merasuki seluruh lini kehidupan. Posisi yang kuat ini menjadikan PKI jumawa. PKI memasukkan seluruh kader-kadernya di semua angkatan TNI: darat, laut dan udara.

Tak lupa PKI membentuk berbagai organisasi kemasyarakatan dengan sebutan barisan tani, barisan nelayan, barisan pemuda, barisan gerwani, barisan ulama, barisan pelajar, dan aneka barisan terkait profesi. Di bidang kebudayaan maka dilahirkanlah Lekra – Lembaga Kebudayaan Rakyat – yang sangat berpengaruh dengan tandingan kelompok Muchtar Lubis dan Hamka.

Para tokoh PKI pun menjadi politikus gemerlap dengan penyeimbangnya TNI. TNI pada masa itu baru selesai memberantas pemberontakan PRRI/Permesta, NII-Karto Suwirjo, pembebasan Irian Barat dari Belanda. Dengan demikian PKI menjadi saingan pengaruh di depan Bung Karno bagi para petinggi TNI juga perwira menengah. Posisi PKI pun dekat dengan Bung Karno sebagai pendiri bangsa dan negara Indonesia pada saat itu juga kuat: di tengah persaingan pengaruh antara PKI, para parpol agama, dan TNI.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline