Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Istri Abu yang Sabar, Sarung Lebaran Rp 22,000 buat Abu

Diperbarui: 16 Juli 2015   17:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lebaran menjelang tinggal menghitung hari. Menjadi kebiasaan penduduk di Jawa Tengah untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan semua serba- baru. Pantauan di setiap pasar darurat di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah penuh sesak dengan pembeli dari berbagai pelosok kota dan desa. Lebaran adalah peristiwa menghadirkan diri sendiri dan keluarga di tengah masyarakat: aktualisasi diri. Lebaran adalah lambang pencapaian dan kegagalan sekaligus. Bagi yang berhasil – dan merasa berhasil dalam kehidupan – maka momen lebaran menjadi ajang pamer keberhasilan: diri, anak, suami, dan keluarga. Mari kita tengok fenomena Lebaran di tengah masyarakat yang menghadirkan rasa syukur kepada tuhan bahwa kehidupan ini selalu memberi kesempatan untuk berbagi kepada sesama dengan hati riang gembira senang sentosa bahagia suka cita senang sentosa ria senantiasa selamanya.

Tak juga terkecuali istri Abu pun ingin merayakan kebahagiaan Lebaran. Istri Abu berusia 70 tahun. Renta. Perempuan itu berjalan hilir mudik dari toko satu ke toko lainnya

Lalu, istri Abu pun berjalan pula menghampiri pedagang sarung di emperan kios.

“Pinten niki regi sarungipun? Berapa harga sarung ini?” tanya istri Abu.

“Rp 22,000, ” jawab si penjual yang sibuk melayani berjubelnya pembeli.

“Wah, awis nggih. Wah mahal ya,” timpal istri Abu sambil pergi.

“Niku paling mirah, Mbah. Itu paling murah, Nek,” teriak penjual sarung.

“Mboten wonten. Nggak ada,” sahut penjual.

Istri Abu begitu kebingungan. Di tengah ribuan pembeli di Pasar Parakan, istri Abu tampak menenteng dompet warna merah hadiah dari Toko Emas yang dia beli beberapa puluh tahun lalu.

Abu dan istri Abu kini tinggal berdua. Tak ada yang menemani. Abu dan istri Abu memiliki dua anak lelaki. Anak sulungnya, Aramko, anak yang disekolahkan di sebuah pesantren dan ikut NII tak pernah menganggap orang tua yang bukan anggota NII sebagai orang tua kandung lagi.

Istri Abu tak tahu lagi keberadaan anaknya. Anak kedua keluarga Abu, Hasan, menikah dan lebih takut istrinya daripada mengunjungi orang tuanya. Terakhir kali Hasan mengunjunginya 25 tahun lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline