Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Ditahan KPK, OCK Tertawa: 3 Sebab Analis Psikologis

Diperbarui: 16 Juli 2015   16:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengenakan seragam kebesaran kuning KPK, kenapa OC Kaligis masih tertawa-tawa sebagai tersangka suap korupsi hakim? Itu menyentak nurani. Mengamati sisi psikologi koruptor di negeri ini memang menarik. Hebat. Para tersangka dan terpidana korupsi selalu tertawa-tawa. Tidak juga Atut, tidak pula Anas, tidak jua LHI, tak lain pula OC Kaligis. Cengengesan. Hebat. Kini, KPK menetapkan OC Kaligis sebagai tersangka penyuapan korupsi. Daftar pesakitan KPK kian lengkap, bukan hanya Gayus yang malang-melintang di pajak dan penjara, kini OCK – jika terbukti – akan bergabung di Sukamiskin yang dipenuhi para koruptor dari mulai hakim, pengacara, anggota DPR, walikota, bupati, gubernur, jaksa, dan sebagainya. Mari kita tengok fenomena unik secara psikologis para tersangka korupsi selalu tertawa-tawa dengan hati gembira ria suka cita senang sentosa bahagia pesta pora di mana-mana senantiasa selamanya.

Dari sisi psikologis, melihat para koruptor cenngengesan tak menunjukkan kesedihan sama sekali dan bahkan tertawa-tawa sungguh sangat menarik untuk diamati. Apa latar belakang psikologis para koruptor itu tetap tersenyum? Tidak takut terhadap hukuman? Sumringah. Senang. Melambaikan tangan. Muka berseri-seri. Kenapa tetap tertawa cengengesan?

Atau kalau dipenjara bisa keluyuran dan bahkan menikah dan beranak-pinak? Atau hukuman bagi koruptor terlalu ringan? Atau karena di penjara jauh lebih aman bagi para koruptor? Juga lebih mudah membeli narkoba dan perempuan asal bayar sipir? Bahkan bisa jalan-jalan kapan pun? Secara psikologis ada beberapa sebab para koruptor dan tersangka koruptor tertawa-tawa cengengesan.

Pertama, korupsi tidak dianggap sebagai kejahatan luar biasa, melainkan korupsi dianggap sebagai musibah oleh pelakunya. Kejahatan korupsi di Indonesia bukanlah dianggap aib oleh para pelaku korupsi dan pendukung korupsi. Para anggota korupsi selalu mampu menjadi bagian terhormat dari para pendukungnya. Fuad Amin, Atut, Anas, Akil dan hampir semua koruptor menganggap diri mereka tak bersalah. Mereka bahkan menganggap ketika tertangkap dan menjadi tersangka KPK atau Kejaksaan, mereka menganggap itu musibah. Korupsi dianggap sebagai musibah bagi pelakunya: koruptor. Oleh sebab itu secara psikologis tidak ada beban sama sekali melakukan tindak pidana korupsi.

Kedua, kekayaan bendawi dan materi sebagai lambang kehormatan. Masyarakat terbesar pun memandang kekayaan koruptor sebagai hal yang dianggap kehormatan. Orang kaya dan memiliki banyak materi, mobil, rumah, tanah, bahkan istri atau suami yang banyak, menjadi lambang kehormatan. Tidak peduli dari mana harta tersebut dikumpulkan: materi menjadi salah satu dasar orang dihormati. Maka menjadi hal yang sangat lumrah korupsi dianggap sebagai jalan pintas untuk mencapai kehormatan.

Ketiga, tidak ada rasa takut kepada Tuhan, penegak hukum, dan masyarakat. Para koruptor dipastikan adalah manusia nekat tak takut kepada tuhan. Bahkan dipastikan para koruptor meragukan dan bahkan tidak memercayai keberadaan tuhan. Tuhan dalam diri para koruptor hanya hiasan di muka umum; pencitraan. Para koruptor pun tak takut kepada penegak hukum, karena mereka menganggap penegak hukum juga korup. Mereka sama-sama korup.

Tak malu dan takut kepada masyarakat. Ya, karena masyarakat justru menyembah para koruptor dan sangat menghormati koruptor. Lihat ketika para koruptor keluar dari penjara disambut para pendukung mereka. Lihat Aulia Pohan si besan SBY ketika keluar penjara: mengadalan sukuran. Lihat betapa Miranda S Goeltom ketika keluar penjara disambut gempita oleh para pendukungnya.

Jadi, karena ketiga hal tersebut di atas, secara psikologis fenomena koruptor cengengesan itu disebabkan oleh (1) tidak merasa korupsi sebagai kejahatan, (2) masyarakat melihat kekayaan materi sebagai panglima dan kehormatan hidup bermasyarakat, (3) koruptor tidak takut dan meragukan eksistensi tuhan. Itu yang secara psikologis memicu para koruptor tetap tertawa-tawa. Ya menertawai rakyat yang miskin.

Salam bahagia ala saya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline