Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Reshuffle Kabinet: Jokowi Punya Agenda Sendiri, Jauhi Gaduh Parpol

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1431323394835014144

[caption id="attachment_416633" align="aligncenter" width="618" caption="Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla (Kompas.com)"][/caption]

Soal reshuffle kabinet yang didengungkan berdasarkan pesan misterius (baca tulisan penulis 29/3/2015), ternyata Presiden Jokowi memiliki agenda sendiri. Keinginan partai yang tendensius, seperti yang diungkapkan oleh Rochmin Dahuri misalnya terkait menteri Agraria dan Menteri Pertanian, justru membuka kedok motif permintaan reshuffle. Juga terkait kritikan soal kinerja Kemenhukham dan bidang hukum. Lalu apa makna reshuffle itu sendiri di maka Presiden Jokowi. Mari kita simak soal reshuffle ini di mata Presiden Jokowi dengan hati gembira ria senang sentosa bahagia suka cita pesta pora tanpa jeda riang senantiasa.

Reshuffle kabinet Jokowi didengungkan oleh dua kubu: (1) kubu pendukung dan para partai Jokowi dan juga kubu di lingkaran Mega-Kalla, (2) lingkaran oposisi terkait kepentingan dan agenda mereka. Para penyuara reshuffle tersebut mendorong dan memengaruhi Presiden Jokowi untuk melakukan reshuffle. Bukti bahwa reshuffle itu hanya wacana kepentingan partai adalah prestasi kinerja para menteri seperti Menteri Susi Pudjiastuti, MenhukHAM - justru diserang, Menteri Pertahanan dan Keamanan, tidak diapresiasi. Jadi isu reshuffle adalah isu tentang kepentingan subjektif: dan Presiden Jokowi paham tentang hal itu.

Menanggapi reshuffle ini sendiri, Presiden Jokowi tetap tenang dan memantau kinerja para menterinya. Jusuf Kalla yang memiliki agenda partai bersuara. Sementara Jokowi sendiri menyatakan selalu memantau dan mengevaluasi kinerja menteri. Bagaimana posisi dan agenda reshuffle Presiden Jokowi menghadapi tekanan itu?

Suara yang menyerukan pergantian Menteri Hukum dan HAM dipastikan disuarakan oleh Demokrat, Golkar Ical, dan kalangan PKS, dan mafia narkoba. Penyebabnya adalah keputusan strategis KemenhukHAM yang dianggap merugikan koalisi Prabowo: akibat kisruh PPP dan Golkar. Keputusan Menteri Hukum dan HAM dan kinerja Kejaksaan Agung yang mengeksekusi para bandar narkoba pun memaksa kaki tangan bandar narkoba bergerak dan bersuara. Menteri Hukum dan HAM harus disingikirkan. Padahal, dengan ketegasan itu sesungguhnya Menteri Yasonna Laoly berprestasi melakukan pekerjaannya.

Namun, karena mengusik kepentingan parpol dan bandar narkoba, kinerja bidang hukum pun dianggap tak memuaskan. Dan ... yang menjadi sasaran tembak Yasonna Laoly. Dapat dipastikan Yasonna Laoly yang mampu berkoordinasi dengan Polri - di bawah arahan dan pengaruh Mega-Kalla - Yasonna Laoly akan tetap di posisinya.

Terkait bidang ekonomi, kritikan disampaikan karena ekonomi Indonesia melemah. Kenaikan harga BBM, dan ekonomi makro yang melemah dalam kisaran 4,3%, jauh dari target 6%. Namun, yang pasti kondisi ekonomi Indonesia ini dalam posisi transisi sementara.

Hal lain yang dikritisi adalah posisi Menteri Pertanian. Partai memiliki kepentingan tinggi terkait posisi Menteri Pertanian. Partai memiliki keinginan untuk menempatkan Menteri Pertanian. Pergantian dan perampingan dirjen dan pergeseran menimbulkan kemarahan oposisi. Itu dipahami oleh Presiden Jokowi. Maka reaksi balik dan upaya menempatkan kader parpol sebagai menteri di pos pertanian itu tak terelakkan.

Sementara kinerja yang lain, tetap dikritisi karena hanya keinginan partai untuk menempatkan kadernya di posisi penting. Misalnya Kementerian ESDM dan BUMN yang mereformasi diri pun tak lepas dari serangan kepentingan. Untuk itu mereke menggelorakan semangat untuk melakukan reshuffle.

Presiden Jokowi adalah orang yang tak mudah terpengaruh. Bahkan keinginan Megawati pun kadang hanya menjadi wacana. Peran Jusuf Kalla yang digadang akan menjadi ‘matahari kembar' pun tak tampak. Presiden Jokowi menonjol di semua kesempatan dan aktivitas.

Terkait kinerja para menteri, Presiden Jokowi memiliki penilaian sendiri. Pertama, para menteri baru bekerja selama 6 bulan. Kedua, masa transisi dari penguasa lama membutuhkan penyesuaian dan penyingkiran (maka pergantian dirjen dan eselon 1-2 sedang berjalan). Ketiga, kinerja bidang ekonomi, politik dan pertahanan tidak dilihat secara obyektif - namun hanya dilihat dari kepentingan jangka pendek.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline