Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Jokowi dan Korban Politik Ramalan Ki Sabdopanditoratu

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jokowi naik. Jokowi membutuhkan penyeimbang - semacam pengorbanan alias tumbal baik secara langsung maupun tidak. Karena dalam dunia mistis, setiap jabatan memerlukan pengorbanan. Maka sejak Juni 2012 Ki sabdopanditoratu sudah prediksikan akan adanya kematian yang spektakuler dari seorang tokoh. Kejadian-kejadian kematian tokoh tersebut baru dalam tahap kematian secara politik. Diawali oleh Andi Mallarangeng yang diperkirakan banyak orang mewakili kematian politik. Namun tak disangka maka terjadi kematian politik bayi Ketua Umum Partai Demokrat: Anas Urbaningrum. Sontak ramalan itu dianggap tergenapi bahwa kematian yang disebutkan adalah kematian dalam makna simbolistis mistis. Namun senyatanya tidak berhenti di situ.

Kematian selalu identik dengan kelahiran. Datang dan pergi. Maka sebagai contoh, Joko Widodo lahir dan hadir pada saat yang bersamaan mematikan lawan-lawannya dalam Pilgub DKI Jakarta. Dengan kemenangannya maka Foke harus angkat koper, demikian pula Hidayat Nur Wahid pun karir politiknya mati bersamaan dengan kemenangan Joko Widodo. Pun kekalahan dan kontroversi yang ditimbulkan oleh gaya ‘wani piro' PKS dan HNW pun menjadikan PKS sebagai parpol yang rusak.

Keadaan itu lebih diperparah lagi ketika publik dibuat tercengang oleh digelandangnya Luthfi Hasan Ishaaq Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang korupsinya ditengarai meliputi ratusan miliar rupiah. Hal ini mengingat cecunguknya saja Ahmad Fathanah saja berharta puluhan miliar rupiah.

Jika ternyata prediksi dan ramalan akan kematian orang penting itu hanya sebatas kematian politik, kenapa titik kulminasinya juga semakin tinggi. Ciri kematian sebenarnya adalah tak ada proses peningkatan tentang siapa yang meninggal duluan. Tidak mengenal posisi dan jabatan.

Pun juga jika kematian tokoh itu hanya bermakna simbolis maka secara jelas akan meliki makna lebih luas. Kematian sementara karir Raffi Ahmad juga menjadi catatan tersendiri. Sebagai salah satu selibritas papan atas, kini karir Raffi Ahmad yang penghasilan per harinya tak kurang dari Rp 200,000,000,- itu benar-benar mati sementara.

Pun juga jika kematian riil para tokoh belakangan ini, yang meninggal masih bukan tokoh yang benar-benar besar di negeri ini. Kematian tokoh itu akan sekelas Baharuddin Lopa misalnya. Jadi masih berkisar sekitar 1.5 - 2 bulan waktu penggenapan tentang ‘suryo ilang ora ono pati ing bumi wilu sanyatine siji'.

Kita tunggu kematian itu simbolis atau nyata. Jika simbolis sudah terbukti. Jika makna nyata dan harafiah, maka patut ditunggu siapa orang tersebut. Yang jelas bukan saya atau Anda.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline