Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Sanksi FIFA, UMP, dan Gaji DPR Kalah dari Bank Indonesia, Dua Sarang Koruptor?

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Kasihan para pemain sepakbola Indonesia pasca Indonesia dikenai sangksi. Kasihan sekali gaji karyawan UMP. Mereka ini mungkin termasuk para pemain sepakbola yang digaji sekelas UMP. Tragis. Mari kita lihat ironi dan tragedi campur aduk. Kondisi ruwet di dalam alam pikiran orang Indonesia.

Lebih kasihan sekali para anggota DPR - gaji yang sudah besar sekitar Rp. 40,000,000 juta termasuk aneka tetek bengek, kalah dengan gaji para karyawan tingkat eksekutif Bank Indonesia. Gaji anggota DPR kalah jauh dengan pimpinan BI yang mencapai angka antara Rp. 57,000,000,- sampai hampir Rp. 200,000,000,-. Gaji UMP masih diprotes Apindo karena terlalu besar. Gaji karyawan kelas teri di Jakarta yang hanya Rp. 2 juta diprotes karena dianggap terlalu besar.

Bangsa ini sangat menikmati keadaan yang timpang. Karyawan sejak zaman Orde Baru selalu merasakan derita berupa gaji relatif kecil. Untuk sekedar membeli rumah saja kesulitan dan hampir mustahil. Makanya yang ada adalah barisan para kontraktor di seanteo Indonesia. Para kontraktor yang selalu berpindah-pindah rumah semakin jauh dari pusat tempat kerja. Kontraktor untuk karyawan UMP adalah satire nasib para karyawan tanpa rumah tinggal milik sendiri selama puluhan tahun.

Gambaran kontraktor yang tinggal di rumah kontrakan tipe kereta api: 1, kamar tamu, 1 kamar tidur, satu dapur + kamar mandi dengan lebar 3 meter dan panjang 8 meter. Rumah kontrakan itu dihuni oleh oleh satu keluarga dengan rata-rata dua anak. Bayangkan kalau anaknya mulai usia remaja. Kondisi seperti ini bukan tidak mungkin akan dialami oleh para pemain sepakbola Indonesia pasca sanksi FIFA.

Sanksi FIFA akan mengakibatkan kompetisi sepakbola di Indonesia tidak diakui oleh FIFA. Indonesia dikucilkan dari percaturan sepakbola internasional. Akibatnya para sponsor akan meninggalkan para klub sepakbola Indonesia. Klub tanpa sponsor artinya tidak mampu menggaji pemain secara layak. Alhasil sepakbola Indonesia memasuki babak baru kelas Tarkam - antar kampung. Nah, saat dikenai sanksi itu - sesuai dengan kesempatan Golkar untuk bertindak dengan Agung Laksono yang mengintervensi FIFA dengan Task Force, sesuatu yang tabu pemerintah mencampuri urusan asosiasi sepakbola suatu negara. Lihat Brunei dan Kuwait terkena sanksi karena campur tangan pemerrintah mereka.

Jika ini terjadi maka para pemain akan kehilangan penghasilan. Kondisi yang sangat buruk ini pasti akan berdampak pada para pemain sepakbola kelas Tarkam di Indonesia. Kondisi buruk persepakbolaan ini disebabkan oleh kondisi secara umum Indonesia yang dipenuhi oleh para pejabat korup dan ketimpangan sosial. Sepakbola pun menjadi ajang rebutan para politikus agar memeroleh kekuasaan dan bisa melakukan korupsi. Lahirnya KPSI adalah upaya mencampuradukkan sepakbola, APBD dan strategi Pemilu 2012.

Ketimpangan dan kebobrokan sosial itu dibuktikan dengan bersarangnya koruptor di Bank Indonesia. Siti Ch Fadjrijah, Budi Mulya, Aulia Pohan, Miranda Goeltom adalah contoh para koruptor dari BI. Contoh lainnya adalah bisa dicari di internet para koruptor itu. Dari kalangan DPR dan partai bisa disebutkan Abdul Hadi, M. Nazaruddin, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, Siti Hartati Murdaya dan sebagainya.

Moral bejat para anggota DPR korup itu dan para koruptor BI tidak ada hubungannya dengan upah UMP. Gaji selangit yang disebut di paragraph kedua tulisan ini hanya upah atau gaji pokok mereka. Dengan berbagai tunjangan yang ada mereka dalam satu tahun akan menerima uang THR, uang cuti, uang kesehatan, uang tunjangan ini-itu yang jumlahnya setiap bulan hampir dua kali lipat dari gaji pokoknya. Begitulah kenyataan tragis Indonesia, para pemain sepakbola menjadi korban para politikus dengan akibat gaji pemain sepakbola kelas tarkam - antar kampung - karena keserakahan para Partai.

Sementara para politikus DPR menyetujui gaji selangit orang-orang BI yang merupakan sarang para koruptor. DPR tidak peduli nasib pemain sepakbola - namun DPR hanya peduli suara rakyat dan pecinta sepakbola untuk pemilu - makanya politikus bertindak dzolim dengan tingkah laku mereka mencampuri sepakbola yang mengakibatkan kesengsaraan sepakbola Indonesia dan para pemainnya.

Selamat datang koruptor BI dan DPR, selamat datang sanksi FIFA - dan kesedihan sepakbola kelas tarkam pun menyambut Indonesia dan para pemain sepakbola - kisah ruwet-kusut-kacau gambaran situasi politik dan sosial Indonesia. Dan, selamat datang para kontraktor pemain sepakbola Indonesia. Jangan kalian bandingkan gaji angggota DPR dan karyawan BI karena di sana tempat sarang penyamun dan koruptor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline