Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Poligami dalam Poliandri, Keagungan Cinta

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku genggam tangan kanannya dengan tangan kananku. Aku lingkarkan tangan kiriku di pinggangnya yang padat dan indah. Aku elus tubuhnya dengan elusan selembut sutra. Aku tatap matanya dengan tatapan penuh cinta dan bara hasyrat gejolak rasa ingin mencumbu menggelora. Rasa ini sungguh beda dengan ketika aku mencumbu istriku yang satu.

"Iya aku rasakan gejolak rasa yang lain..." kataku padanya.

"Iya apa karena kita mencuri-curi ya?" tanyanya dengan pandangan mata penuh cinta.

"Tidak ada yang mencuri-curi. Tidak ada yang kehilangan dari hubungan kita ini..." jelasku seperti biasanya.

"Ah ngomong sama kamu tuh kebanyakan pembenaran, menurut kamu, Mas..." sangkalnya sambil memeluk tubuhku.

"Iya jelas menurut aku. Yang ngomong juga aku hehehehe. Masak yang menjalani kita, kok aturannya menurut orang lain. Aneh... He he he," jelasku santai.

Dia mencubit pahaku. Duh pedih juga namun nikmat ketika merasakan cubitannya. Hakikat sakit sungguh aku pahami sebagai kenikmatan. Asal sakitnya bukan sakit pokok seperti sakit jantung, sakit kanker, buta, dan kelaianan tertentu. Sakit terpotong pisau jika dinikmati juga enak rasanya.

Saya jadi teringat ketika minggu lalu tengah mengendarai motor aku bertabrakan dengan dua orang pemuda. Pemuda itu melaju kencang dari arah berlawanan ketika menyalip angkot di depannya. Persis di samping angkot terjadi tabrakan sedikit dengan motorku. Aku tak mampu menghindari. Aku terjatuh ke arah kiri jalan dan terluka. Sementara dua pemuda itu jatuh ke sisi kiri di ujung belakang kanan angkot.

Pada saat terjatuh, di belakangnya melaju truk tronton beroda 20 yang melindas dua tubuh pemuda itu. Kres. Jedug. Blak. Remuk kepala dan dada dua pemuda itu. Mata kedua pemuda itu membelalak tak percaya. Kepala berdarah remuk dan dada rata terlindas empat roda mengakhiri napas mereka. Tampak kaki-kaki dan tangan menggelinjang sejenak. Lalu semua terhenti.

Aku yang terluka di kaki menikmati luka berdarahku dengan keindahan. Nikmat rasa luka berdarah. Aku yang laki-laki justru membayangkan rasa indah tercurahnya darah perawan. Sudah puluhan kali aku terjatuh dari motor hingga sekitar dengkul dan kakiku jadi langganan luka. Aku punya kebiasaan buruk, tidur di motor yang tengah melaju.

Karenanya aku sekarang lebih suka mengemudi mobil daripada bermotor. Masalahnya risiko mengendarai sepeda motor saat ini sungguh tak terbayangkan. Sepeda motor telah menjadi predator bagi sesama motor dan mobil. Betapa tidak, dengan 9,4 juta pengedara motor di Jakarta, artinya setiap ruas jalan dan trotoar dikuasai oleh sepeda motor.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline