Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Jokowi Gagal Jadi Presiden Masih Tetap Gubernur DKI

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada satu hal yang menarik yang lupa diamati. Yakni kegagalan Jokowi menjadi presiden. Jika Jokowi gagal menjadi presiden, tetap saja merugikan bagi koruptor. Jokowi tetap sebagai Gubernur DKI. Jadi pencapresan Jokowi adalah nothing to lose: tak ada ruginya sama sekali. Menang menjadi presiden RI kalah tetap Gubernur DKI. Adakah hal ini menguntungkan atau merugikan Jokowi?

Tak ada yang dirugikan jika Jokowi gagal menjadi presiden. Masih ada kesempatan di kemudian hari. Jokowi pun masih memiliki tanggung jawab membangun Jakarta. Tak ada sama sekali yang dirugikan. Jokowi kembali membenahi Jakarta mulai bulan Juli sehabis pemilihan presiden. Nothing to lose. Tak ada sama sekali.

Namun jika Jokowi benar-benar menjadi presiden, Jokowi effect akan menciptakan rentetan perubahan di DKI dan Indonesia. Perubahan di Indonesia adalah adanya kepemimpinan yang dikehendaki oleh rakyat dan merakyat.

Kondisi yang seperti ini jelas menguntungkan bagi Jokowi. Peraturan memihak kepada para pejabat yang akan meniti karir yang lebih tinggi. Bahkan untuk posisi yang sama Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin pernah mencoba menjadi cagub dan bertarung di DKI meskipun kalah - tujuannya APBD-nya berlipat 10 kali jadi incaran Golkar. Jadi bagi Jokowi pertarungan dan majunya menjadi capres PDIP adalah amanah dan upaya meningkatkan karir dari gubernur menjadi presiden.

Posisi nothing to lose ini berbeda dengan para capres lain yang benar-benar kebelet nyapres. Misalnya ARB yang tak sadar diri bahwa rakyat mengingat ARB sebagai Lumpur Lapindo. Pemilu presiden tidak sama dengan pemilu legislatif. ARB bisa maju sebagai capres tapi untuk terpilih jauh panggang dari api. Pun peta politik juga tak memberi angin kepada ARB.

Justru calon seperti Prabowo Subianto bisa menjadi kuda hitam karena Prabowo secara cerdas menggandeng Abraham Samad sebagai calon wakil presiden - pencawapresan AS oleh Gerindra di satu sisi membahayakan posisi Gerindra jika perolehan suara Gerindra hanya sekitar 11%. Angka 11% bahkan bisa memaksa Prabowo menjadi wapres lagi dan itu tak dikehendaki oleh Prabowo.

Jadi, pencapresan Jokowi telah tepat dan akan menimbulkan gelombang keterjebakan politik dalam membangun koalisi untuk mengusung capres. Karena Jokowi effect membuat perhitungan partai-partai gurem semakin terbuang dari peta pertarungan politik. Partai menengah menjadi partai gurem, partai gurem tersingkir dari Senayan akibat tak mampu menembus parliamentary threshold alias PT. Bagi Jokowi sendiri jadi presiden atau tidak tidak begitu bermasalah. Yang bermasalah malah para capres dari partai lain yang kebakaran jenggot dengan majunya Jokowi sebagai capres PDIP.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline