Rudi Rubiandini koruptor kasus gratifikasi dan pencucian uang yang mantan Kepala SKK Migas itu tengah melakukan lobby-lobby politik dan hukum demi menghindari dikenakan pasal pencucian uang. Di tengah maraknya kampanye, berbagai kasus korupsi tetap disidik dan ditindaklanjuti oleh KPK. Sidang pengadilan pun berlangsung. Salah satunya adalah persidangan terhadap Rudi. Yang menarik dari Rudi adalah Rudi menyatakan menerima dakwaan gratifikasi namun pasal pencucian uang TPPU (tindak pidana pencucian uang) diminta tidak disangkakan kepadanya. Aneh. Ya aneh.
Justru pasal TPPU harus dikenakan kepada Rudi - dan semua koruptor. Publik tahu rangkaian korupsi di SKK/BP Migas telah memerkaya semua personel dan pentolan SKK/BP Migas. Perampokan dan KKN yang terjadi antara eksekutif dan yudikatif serta legislative - yang menghancurkan perekonomian Indonesia dan memerkaya semua yang terlibat dalam pengelolaan migas di Indonesia.
Kini, Rudi Rubiandini dan serangkaian para koruptor lain yang akan disidik dan terlibat , tengah melakukan lobby-lobby politik dan memengaruhi hakim Tipikor KPK untuk tidak menerapkan pasal pencucian uang. Upaya ini memang wajar dilakukan oleh para koruptor yang takut miskin atas diri sendiri, anak-anak, istri, keluarga, dan kerabat mereka - kebiasaan memberi makan harta haram dan kekayaan berlebihan membuat mereka takut sengsara dan hidup sederhana. Maka pasal pencucian uang sengaja dihindari dan dimohonkan untuk tak diterapkan. Di lain pihak, KPK justru harus menggunakan pasal pencucian uang untuk membuat efek jera - selain hukuman penjara yang selalu di atas 12 tahun kepada para koruptor - biar para koruptor sampah bejat membusuk di penjara kalau perlu.
H. Rudi Rubiandini adalah koruptor - istilah yang penulis selalu pakai menyebut terdakwa yang telah dicokok oleh KPK dan selalu benar KPK menangkap orang. Kini, sejak ditangkap KPK Rudi Rubiandini yang sok selebritis dan tebar pesona - seperti pamer kebiasaan pulang kampung naik kereta api ekonomi setiap lebaran - untuk mengejar popularitas, dia lebih rendah hati dan memohon KPK tak menerapkan pasal pencucian uang.
Koruptor sampah masyarakat seperti Rudi Rubiandini itu bahkan memakai idiom agama dalam permohonan untuk tak dikenai pasal TPPU. Koruptor selalu bermuka dua atau tiga dan sangat-sangat lihai. Bahkan agama dijadikan kedok untuk menutupi kejahatan mereka. Gelar haji, ustadz bukan jaminan agar koruptor dibebaskan. Kasus ustadz Ahmad Fathanah dan ustadz Luthfi Hasan Ishaaq menjadi contoh bejatnya para koruptor yang berlindung di balik sikap munafik dan alim yang ternyata tak lebih dari sekedar musang berbulu babi.
Untuk itu, KPK tak perlu tunduk dan merasa belas kasihan terhadap Rudi Rubiandini dan harus tetap mengenakan pasal pencucian uang - karena hanya pasal TTPU yang terbukti cukup ampuh membuat para pencuri dan perampok bejat bernama koruptor sedikit keder terhadap ancaman pengenaan pasal TTPU meskipun harta yang dapat disita sangat sedikit karena kelihaian menyimpan harta haram para koruptor yang hebat.
Rata-rata hanya 10% harta koruptor yang disita oleh KPK. Selebihnya menjadi harta haram abadi yang membuat koruptor tetap Berjaya hidup makmur bersama keluarganya. Juga penggunaan idiom agama juga tak perlu digubris oleh KPK - karena koruptor pandai bermain sandiwara seperti korupsi tapi pura-pura suci. Itu yang harus diingat oleh KPK.
Menarik kita tunggu persidangan selanjutnya, apakah jaksa tetap akan mengenakan pasal pencucian uang? Jika ya akan sangat menarik karena para terdakwa lain seperti yang potensial seperti Sutan Bathoegana akan juga dikenai pasal TPPU jika nanti dicokok KPK. Menarik mengikuti kasus ini. Tundukkah KPK dengan permintaan dan lobby-lobby yang dilakukan oleh para tersangka kasus Rudi Rubiandini? Kita tunggu episode selanjutnya kasus yang menyeret banyak orang itu.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H