Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Jokowi-Mahfud MD dalam Koalisi Pimpinan PDIP-PKB

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PDIP dan PKB akan mampu menjadi motor koalisi besar mengingat kedua partai ini sudah cukup untuk mencapreskan Jokowi-Mahfud MD. Namun, untuk lebih aftdholnya, maka selain dua partai tersebut maka PAN, PPP, dan NasDem harus diikutkan dalam koalisi besar ini. Terbentuknya koalisi besar tersebut akan mendorong terpilihnya Jokowi-Mahfud MD. Bagaimana koalisi bisa terbentuk dan latar belakang psikologis para punggawa partai masing-masing yang memengaruhi keputusan partai?

Mahfud MD tetap menjadi pilihan terbaik PKB. Sosok Mahfud MD pun diyakini mampu menjadi sosok kompromi dalam arti mampu membuat para cawapres seperti Hatta Rajasa, Surya Dharma Ali - yang terancam dipecat karena menyerahkan lehernya ke Gerindra - bahkan Suryo Paloh untuk memberi jalan bagi Indonesia Baru pasangan Jokowi-Mahfud MD. Suara PKB yang signifikan yang didukung oleh para pasukan kiai sungguh menjadi kekuatan dahsyat yang menjadi daya tarik dan posisi tawar bagi partai lain yang akan diajak berkoalisi besar Pimpinan PDIP-PKB. Yang harus diajak terutama PAN, NasDem, Hanura, dan PPP.

PAN memang bisa berkoalisi dengan partai lain seperti Prabowo, namun Amien Rais tentu akan menolak berkoalisi dengan Prabowo. PAN pun tak akan berkoalisi dengan Golkar mengingat Golkar adalah musuh abadi Amien Rais. Jika pun berkoalisi dan mendapatkan posisi cawapres Hatta Rajasa dengan Gerindra - yang capresnya memiliki resistensi dengan isu pelanggaran HAM penghilangan aktivis tahun 1998 - atau Golkar yang Ical-nya terstigma dengan Lumpur Lapindo, untuk apa menjadi cawapres namun tak terpilih akibat stigma buruk para capres tersebut.

NasDem sebagai partai sempalan Golkar tak mungkin akan berkoalisi dengan Golkar. Kemungkinan NasDem akan menggandeng Demokrat, PKS untuk mencalonkan siapapun di antara mereka pun tak akan terwujud. Pun menggandeng Prabowo dan Suryo Paloh menjadi cawapres juga tak akan terwujud mengingat Suryo Paloh sebagai pejuang hak azasi manusia tentu menyoroti masalah isu pelanggaran dan keterlibatan Prabowo pada penghilangan orang pada 1998. Suryo Paloh sangat paham tentang rekam jejak Prabowo, Ical dan Jokowi. Dan pilihan NasDem untuk perubahan tentu ke arah Jokowi.

Hanura - yang dirundung duka dengan perolehan suara nyungsep meski didukung media secar massif - masih fifty-fifty antara mendukung PDIP atau Golkar. Faktor Hary Tanoesoedibjo menyebabkan Hanura tak akan mendukung Prabowo dan Gerindra terkait kasus TPI dengan Mbak Tutut. Hanura akan berpikir lebih baik ikut yang kemungkinan menang lebih besar yakni: PDIP dengan Jokowi sebagai capres dan Mahfud MD sebagai cawapres - jika PKB benar-benar ikut koalisi besar Nasionalis-Islamis.

PPP sebagai partai Islam terkecil akan sangat elok kalau ikut kakak-kakak mereka PKB dan PAN. Pertimbangan kemenangan Jokowi_Mahfud MD akan sangat menentukan bagi bergabungnya PPP ke dalam koalisi besar. Untuk apa mendukung Golkar yang jauh-jauh hari sudah keok dalam pilpres yang belum berlangsung dengan pernyataan bahwa Golkar akan ikut dalam Koalisi Pemerintahan. Ha ha ha.

Dengan terbentuknya koalisi besar PDIP, PKB, PAN, NasDem, Hanura, dan PPP maka akan sangat sulit untuk mengalahkan mereka. Maka Jokowi-Mahfud MD akan mulus menjadi presiden hanya dalam satu putaran.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline