Ahok adalah potret Prabowo sebenarnya masa lalu. Tindakan Ahok mengejutkan koalisi permanen semalam (10/09/2014) koalisi permanen melakukan rapat darurat terkait Ahok. Mengenal Ahok saat ini mirip mengenal Prabowo masa lampau. Mari kita telaah kemiripan Ahok dan Prabowo serta dampak yang ditakuti oleh koalisi permanen terkait pengunduran diri Ahok dari partai Gerindra.
Mengenal Prabowo sejak zaman diktator tiran eyang saya Presiden Soeharto, kini potret awal kemudaan Prabowo muncul dalam diri Ahok. Ahok adalah potret sesungguhnya Prabowo masa lalu. Kini, dengan keputusan Ahok keluar dari Gerindra terkait UU MD 3 dan UU Pilkada yang memundurkan demokrasi, demi bangsa dan negara Ahok mengambil sikap tegas: keluar dari Gerindra yang dikelola demi kekuasaan dan golongan.
Kini, hari ini para petinggi koalisi permanen melakukan pertemuan darurat terkait pengunduran diri Ahok dari Gerindra yang akan berdampak luas: meresahkan rencana licik UU MD3 dan UU Pilkada oleh para pentolan partai koalisi permanen. Prabowo, Fadli Zon, Akbar Tandjung, dan para pentolan PKS, PAN, PPP bertemu untuk mengatur siasat memojokkan Ahok dan melakukan maneuver di DPR, DPRD dan sekaligus upaya menggeser dan menyingikirkan Ahok dari kursi Gubernur.
Prabowo adalah pejuang dan prajurit sebelum Prabowo dikerangkeng dan dibelenggu oleh gambar palsu kekuasaan dan kebesaran yang diciptakan oleh PKS dan para mafia migas dan berbagai mafia yang bercokol di Golkar (mafia Al Qur'an Zulkarnaern Djabbar, mafia MK Akil Mochtar Ratu Atut), Demokrat (mafia migas Jero Wacik, Rudi Rubiandini dan penggiringan opini Hatta Rajasa, PKS (mafia daging Luthfi Hasan Ishaaq), PPP (mafia haji Suryadharma Ali) dan kalangan pengusaha hitam (Hartati Murdaya). Kini Ahok menjelma menjadi Prabowo Subianto masa lalu.
Ahok adalah potret nasionalisme yang dimiliki oleh Prabowo Subianto semasa menjadi prajurit,Danjend Kopassus, Komandan Kostrad, dsb. zaman dulu. Jiwa kebangsaan Ahok tak diragukan lagi. Ahok tampil dalam situasi kokoh kekuasaan dengan berani mengorbankan kekuasaan diri sebagai calon gubernur pengganti Jokowi.
Seperti Prabowo dulu, demi bangsa dan negara mengorbankan jabatan dan diri di Timor Timur dan bahkan disuruh melakukan dan bertanggung jawab dalam Operasi Mawar, Ahok demi demokrasi tampil dan menyadari demokrasi sedang terancam oleh langkah Prabowo bersama dengan koalisi permanen dengan UU MD3 dan UU Pilkada. Maka, seperti semangat Prabowo dulu, Ahok mengambil sikap menjadi pejuang untuk demokrasi dengan menantang keluar dari Gerindra yang membesarkannya.
Kecaman muncul terhadap Ahok dari Gerindra. Hal yang sama selalu terjadi ketika Prabowo membersihkan anasir pelawan dan berpotensi membahayakan negara sebelum nyapres. Kini, seperti Prabowo masa lalu, Ahok pun mengambil sikap untuk melawan partai yang membahayakan demokrasi meskipun yang harus dilawan adalah Gerindra. Seperti Prabowo yang dikecam oleh para seniornya di militer zaman dahulu, Ahok meskipun dikecam oleh senior di Gerindra seperti penghamba kekuasaan Fadli Zon dan Muhammad Taufik tetap jalan dengan rencana mundur dari Gerindra.
Sama dengan Prabowo yang memiliki tekad kuat sebelum nyapres dan bergaul dengan Akbar Tandjung dan Jero Wacik serta SDA, Ahok memiliki karakter kuat untuk berjuang demi keberagaman, pluralisme, demokrasi dan kemanusiaan dalam bingkai NKRI. Ahok menolak UU MD 3 dan Pilkada demi menjaga demokrasi dengan mengorbankan dan risiko kehilangan dukungan dan jabatan di DKI.
Tentu, Ahok mendapatkan dukungan luas dari publik terkait pengunduran dirinya dari Gerindra. Gerindra dan koalisi permanen tidak menduga Ahok akan melakukan tindakan nekad dan berani untuk berseberangan dengan pentolan partai Prabowo. Faktor popularitas Ahok akan memengaruhi publik untuk berpikir dan bergerak mendukung penolakan atas UU MD3 dan UU Pilkada. UU MD 3 dan UU Pilkada sedang dan akan digugat di MK (Mahkamah Konstitusi). Langkah dan gerakan rakyat yang menekan MK kali ini sungguh lebih ringan dan kepentingan para hakim MK akan diperhatikan dan akan dipentingkan dan keputusan akan menggembirakan koalisi permanen.
Unsur para hakim MK (Mahkamah Konstitusi) dari parpol (Patrialis Akbar dari PAN dan Hamdan Zoulva dari PBB) tetap akan menjadi unsur subyektif untuk memenangkan koalisi permanen. Keputusan MK nanti sebagai wujud pengabdian dan rasa bersalah berpihak kepada kebenaran dan bukan partai saat memutuskan kebernaran terkait gugatan Pilpres oleh koalisi permanen.
Dengan tekanan publik, serangan oleh LSM, serangan media massa online dan off-line ditambah lagi pengunduran Ahok dari Gerindra menjadi berita penekan psikologis bagi MK untuk membuat keputusan benar untuk kedua kalinya. Untuk itu, hari ini para pentolan partai koalisi permanen melakukan rapat untuk mencegah Ahok tampil menjadi pahlawan dan sekaligus agenda UU MD3 dan UU Pilkada menjadi spot light dan publik akan menekan MK. Dengan demikian untuk kedua kalinya koalisi permanen akan mengalami kekalahan lagi dan rencana bobrok merusak dan memundurkan demokrasi ke zaman orde eyang saya Orde Baru Presiden Soeharto.