Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

UU Pilkada, Ken Arok, SBY, Ahok, Prabowo dalam Sejarah Politik Pencitraan

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbagai pernyataan politikus terkait UU Pilkada tampak di mata publik sebagai topik yang membingungkan. Publik dibingungkan dengan aneka pernyataan SBY dengan Demokrat, antara Ahok dengan Gerindra, antara Hidayat Nur Wahid dengan Aburizal Bakrie, Fadli Zon, Muhammad Taufik, misalnya. Meskipun sama menolak atau mendukung mereka memiliki alasan yang berbeda-beda. Dalam sejarah Nusantara klasik, dalam diri Ken Arok - menjadi potret komplit perilaku politikus masa kini - yang mewarnai lahirnya Kerajaan Singasari di Tumapel. Kondisi politik zaman Ken Arok itu nyaris sama dengan tingkah-polah para politisi di Indonesia yang tampak lucu. Sejak zaman Singasari politik kesan dan pencitraan telah dibangun pertama kali oleh Ken Arok. Mari kita simak sejarah Ken Arok agar publik paham kedalaman makna perilaku politikus dengan gembira ria.

Ken Arok tumbuh sebagai bayi terbuang yang diambil di kuburan oleh sekelompok perampok. Tumbuh dalam asuhan perampok bukan berarti membuat Ken Arok bodoh. Ken Arok diyakini memiliki darah hasil perselingkuhan seorang resi terkenal dengan putri resi yang lain. Hal itu bisa dibuktikan dengan tampangnya yang elok. Selain itu Ken Arok mewarisi kecerdasan dewata yang mengagumkan.

Ken Arok tumbuh menjadi pemuda hebat: ganteng, kaya (dari hasil merampok orang tuanya), cerdas (terbangun lingkungan keras dan dinamis para perampok) dan penuh tipu daya (hasil dari didikan perampok), dan suka pamer dan kesan dalam pencitraan (untuk mengelabuhi orang lain). Ke mana pun Ken Arok pergi, maka di situlah Ken Arok menjadi pusat perhatian.

Menurut ICW terdapat ratusan anggota DPR/D yang menjadi tersangka korupsi. Saat ini, gambaran anggota DPR dan politikus yang kaya (hasil korupsi, kolusi dan nepotisme), cerdas (terbangun dari persaingan keras partai) dan tipu daya (hasil didikan kroni dan keluarga), dan suka pamer dan pencitraan (mengelabuhi publik) menjadi gambaran umum para politikus Indonesia.

Ken Arok tampil di muka umum menjadi orang yang sangat religius. Ken Arok rajin bersembahyang dan belajar agama dan spiritualisme. Tujuan Ken Arok adalah mencari ilmu bukan untuk laku baik namun untuk tujuan politis: mengetahui karakter masyarakat beragama sehingga Ken Arok lebih mudah diterima dan memerlakukan mereka dengan tepat untuk tujuan politiknya. Maka Ken Arok mampu menampilkan diri seperti yang diinginkan oleh publik.

Ken Arok mencitrakan diri sebagai orang religius (seperti Hidayat Nur Wahid tampak religius). Ken Arok dekat dan berteman dengan tokoh penting nan ampuh dan mumpuni seperti Mpu Gandring (politikus mendekati para kiai). Ken Arok mencitrakan diri sebagai bagian dari keturunan raja dengan mengatakan dia keturunan Dewa Wisnu (membangun seolah keturunan bangsawan dengan membangun rumah dengan nama Puri Cikeas misalnya).

Ken Arok juga menjadi pedagang yang sukses dengan memanfaatkan kekuatannya sebagai keluarga perampok (sama dengan Ical yang menjadi pengusaha). Bahkan Ken Arok tampil dengan garang dengan orasinya yang memukau membela rakyat (seperti Ahok yang ceplas-ceplos). Ken Arok pun tampil atas nama rakyat Tumapel dan berjanji akan membangun kedaulatan dan kejayaan Tumapel (Prabowo berjanji Indonesia akan jaya jika dia jadi Presiden). Ken Arok pun pandai berpindah-pindah kelompok (Fadli Zon) dari PBB ke Gerindra.

Semua sikap, strategi, taktik, ambisi pribadi dan kelompok berhasil diramu oleh Ken Arok untuk mencapai tujuan: menjadi raja Tumapel menggantikan Tunggul Ametung. Semua sumber pencitraan dukungan dari rakyat dikuasai oleh Ken Arok (resi -kyai), pedagang (pengusaha, mafia), kalangan feudal (keturunan tokoh lokal), ksatria (tentara dan pegawai), professional (mpu atau empu), kelompok pemuda (brandal dan preman serta perampok) dan tentu raja Tumapel yang didekati oleh Ken Arok - padahal Ken Dedes diincar oleh Ken Arok sebagai permaisurinya kelak ketika menjadi raja Tumapel bahkan menjadi besar: Singasari.

Nah, kini publik harus belajar dari sejarah Ken Arok untuk memahami sikap Hidayat Nur Wahid, Aburizal Bakrie, SBY, Ahok, Prabowo, Fadli Zon terkait UU MD 3 dan UU Pilkada. Bahwa keenam orang tersebut adalah gambaran ambisi Ken Arok untuk berkuasa. Kelima orang itu memiliki satu tujuan: berkuasa. Ya. Berkuasa. Ken Arok dengan bagian-bagian strategi dan sifatnya adalah potret ambisi Hidayat Nur Wahid, SBY, Prabowo, Ahok, Fadli Zon, Ical dan sebagainya.

Jadi, publik tak perlu repot dan bingung menghadapi dan membaca pernyataan SBY yang bertolak belakang dengan Demokrat. Pernyataan Ical yang atas nama negara. Hidayat yang mengatasnamakan konstitusi dan agama. Fadli Zon yang mengatai Ahok kutu loncat. Prabowo yang berjuang untuk kedaulatan. Ahok yang demi demokrasi. Mereka adalah sebagian dari keseluruhan Ken Arok - guru politik pencitraan paling hebat dalam sejarah Nusantara.

Salam bahagia ala saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline