Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Memaknai Timnas U-19 Dipukul 0-1 oleh Australia dan Sepakbola Sebagai Potret Kehidupan

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Menjadi pemain Timnas U 19 itu susah dan menyenangkan. Dipukul 0-1 oleh Australia, dipastikan Timnas U 19 tersingkir dari turnamen Piala Asia U 19. Itu kekalahan kedua setelah dalam pertandingan pertama dicukur Uzbekistan dengan skor 1-3. Dipuji, dipuja, dihargai, diharapkan, dimanjakan, dan didoakan akhirnya Timnas U 19 mengakhiri kisahnya dengan penuh kesadaran dan kenyataan: tersingkir dari Piala Asia U 19 Myanmar. Timnas U 19 hanyalah suatu upaya, ikhtiar dan usaha untuk menjadi besar. Dalam konteks sepakbola sebagai potret kehidupan manusia, bagaimana menempatkan Timnas U 19 secara proporsional agar selalu positif menghargai keberhasilan (dan ketidakberhasilan) usaha Timnas U 19 dan peran mereka dalam kehidupan?

Pertama, tak semuanya menjadi pemenang. Seperti dalam kehidupan nyata, tak semua orang harus menjadi pemenang. Ada juga yang harus menjadi peserta dan penggembira. Bahkan ada yang bisa menjadi pecundang. Timnas U 19 ini menjadi tonggak dalam sejarah bahwa pernah tampil di Piala Asia U 19 setelah PSSI lama tak memiliki mampu meloloskan sejak 2004. Peran Timnas U 19 bukan sebagai pemenang dalam Piala Asia, namun berperan sebagai peserta.

Kedua, tak semua usaha pasti membuat kita berhasil. Peran berikutnya yang patut dicatat adalah Timnas U 19 telah berupaya maksimal. Timnas U 19 mengajarkan bahwa usaha tidak selamanya berhasil atau gagal. Ada gagal ada berhasil. Maka Timnas U 19 berhasil menang lawan Korea Selatan, namun kalah melawan Australia dan Uzbekistan. Jadi meskipun telah berupaya maksimal, suatu usaha bisa gagal karena berbagai faktor: ada faktor internal dan faktor eksternal yang berperan.

Ketiga, pencitraan dan harapan di media massa dan masyarakat bukanlah prestasi sebenarnya. Makna berikutnya kegagalan dan keberhasilan Timnas U 19 mengajarkan kepada publik dan media bahwa penggambaran dan pemujaan dan pencitraan media seperti apapun tak akan bermanfaat. Salah satu contoh betapa Timnas Inggris selalu diharapkan dan digambarkan memiliki kekuatan. Namun, nyatanya Timnas Inggris adalah timnas yang hanya berpredikat nyaris menang. Inggris belum pernah menang dalam turnamen Piala Eropa dan hanya sekali memenangi Piala Dunia 66. Jadi penampilan Timnas U 19 mengajarkan objektivitas kepada publik sepakbola untuk berpikir realistis meskipun optimis.

Keempat, perlu usaha lebih baik untuk menjadi juara. Kegagalan Timnas U 19 mengajarkan kepada publik dan publik sepakbola bahwa untuk berhasil dalam menjalankan misi, maka perlu usaha yang lebih baik, lebih keras, lebih cerdas dan lebih sabar. Prestasi dan keberhasilan tak bisa disulap dengan pencitraan media.

Kelima, menyadari lawan dan pesaing lebih baik. Kegagalan dan keberhasilan Timnas U 19 mengajarkan bahwa ternyata Uzbekistan dan Australia lebih baik dan tak dapat diremehkan. Kita harus berani belajar dari keberhasilan Uzbeks dan Aussie memermak Timnas U 19. Menyadari pesaing lebih baik adalah awal untuk menemukan kekuatan dan kekurangan diri sendiri.

Jadi, apapun hasilnya dalam pertandingan terakhirnya nanti melawan UEA, Timnas U 19 telah mengajarkan bahwa sepakbola sebagai gambaran kehidupan harus dilihat secara utuh. Tak ada kemenangan yang tiba-tiba. Perlu usaha ekstra untuk menjadi pemenang. Doa dan upaya harus setara dan seimbang. Harapan harus sesuai dengan kemampuan. Boleh berharap dan bermimpi, namun mimpi itu harus berpijak pada alur yang sehat dan faktual serta objektif agar hidup memiliki semangat dan tujuan.

Salam bahagia ala saya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline