Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Jokowi Peduli Derita Rohingya di Myanmar akibat Tekanan Pengusiran Makin Kencang?

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika berkunjung ke Myanmar, pedulikah Jokowi pada Rohingya? Ini catatan politik luar negeri pertama Jokowi. Setelah selama 10 tahun politik luar negeri Indonesia berada pada zaman ikut Obama takut Tiongkok dan ikut Tiongkok takut Obama, kini saatnya politik luar negeri Indonesia bisa bebas aktif. Sebagai pemimpin bersih dan presiden yang tak terkait dengan ekspor pasir laut untuk Singapura dan tak melibatkan kroni dan kaki tangan untuk menjadi anggota mafia migas, maka Jokowi diharapkan mampu bertindak tepat. Khusus persoalan terkait Malaysia dan Singapura, Jokowi dipastikan akan lebih tegas dan berani. Namun ada satu PR terkait muslim di Thailand selatan dan Rohingya di Myanmar. Dalam kunjungan ke Myanmar, Jokowi akan mendapatkan tempat jika melakukan tindakan tepat terkait dengan nasib Rohingya. Beranikah Jokowi membela etnik Rohingya?

Zaman eyang saya Presiden Soeharto, Indonesia adalah gambaran kekuatan ekonomi dan politik namun kropos. Dilanjutkan selama 16 tahun dengan beraneka presiden, tetap saja Indonesia masih terseok dan tak mampu berperan di dunia internasional. Politik luar negeri Indonesia adalah politik luar negeri setengah jalan: yang disebut bebas aktif. Setengah jalan karena tidak berpihak akibat ketakutan bersikap. Ini politik jalan tengah yang ambigu dan tak berpendirian, atau politik berpendirian tanpa risiko. Hanya pada zaman Gus Dur saja Indonesia cukup berani berdiri di atas kaki sendiri dan bahkan berniat menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

Politik luar negeri Indonesia pun dipengaruhi oleh kepentingan di dalam negeri. Kepentingan dunia usaha dan kepentingan minoritas muslim garis keras. Kepentingan pengusaha menghasilkan politik dan ekonomi liberal. Kepentingan pemodal besar dalam dan luar negeri menjadikan investasi di Indonesia hanyalah investasi yang tak menyejahterakan rakyat: akibat gaji buruh yang relatif murah. Maraknya mini market dan took modern di seluruh pelosok negeri yang sangat kapitalis dan mematikan usaha kecil warung dan took kecil merupatkan bukti keberpihakan pemerintah yang korup pada pemodal besar.

Kepentingan politik luar negeri berikutnya adalah tekanan politik dari dalam negeri seperti kelompok agama PKS yang tak menghandaki Indonesia berperan besar dalam perdamaian di Timur Tengah. Peran Indonesia akan lebih besar jika menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Nyatanya unsur sempit pikir di Indonesia lebih didengar, padahal mereka hanya minoritas. Sepanjang NU dan Muhammadiyah mendukung Jokowi, maka tak menjadi masalah menjalankan politik luar negeri yang kuat, tegas, dan bermartabat.

Kini, Jokowi akan berkunjung ke Myanmar, akan sangat indah dan mengesankan jika pada kesempatan pertama ini Jokowi menyinggung persoalan kemanusiaan: nasib suku Rohingya yang tertidas. Kondisi suku Rohingya di negara bagian Rakhine sungguh memrihatinkan - lebih parah dari rumah Jokowi di pinggiran kali dulu. Kamp pengungsi di Sittwe menggambarkan tepat penderitaan mereka. Pemerintah Myanmar menerapkan aturan bukti mereka telah tinggal di Myanmar selama 60 tahun. Ini sesuatu yang muskil agar mendapatkan status kewarganegaraan kelas dua.

Muslim Rohingya tinggal di gubuk-gubuk reot dengan sanitasi apa adanya. Tanpa pekerjaan. Bantuan internasional dihambat oleh pemerintah Myanmar. Masjid-masjid dibakar dan dilarang didirikan - sama dengan di Indonesia selain masjid susah berdiri - hingga pengusiran dan pembunuhan.

Dalam beberapa minggu ini, sekitar 15,000 kaum Rohingya melarikan diri dengan melewati Thae Chaung menuju ke wilayah Thailand dan bertujuan lari ke Malaysia. Bangladesh juga tak memberikan kesempatan kepada Rohingya - yang memiliki kedekatan etnik dan agama dengan mereka - untuk mengungsi di Bangladesh. Bahkan untuk mencapai pantai, mereka harus membayar mahal dan sering mereka menjadi korban penipuan dan pembunuhan demi menuju ke Malaysia. Sungguh keadaan yang memilukan. Mereka terjepit dan tak mampu berkelit dari penderitaan dan kungkungan politik-kekuasaan agama di Myanmar.

Di Myanmar, meskipun di luar agenda, Jokowi diharapkan blusukan ke Rohingya dan Jokowi akan menjadi pemimpin yang fenomenal. Hanya sedikit dan nyaris tidak ada kepedulian Internasional bahkan dari PBB terkait dengan kondisi tragis masyarakat suku Rohingya di Myanmar yang terancam dan terusir dari tanah mereka. Akankah Jokowi menyuarakan penderitaan suku Rohingya? Jika iya 100% buat Jokowi. Jika tidak Jokowi seperti Susilo B Yudhoyono yang tak memiliki sikap prihatin akan kondisi rakyat Rohingya yang sangat memrihatinkan di luar kemanusiaan; di luar kepatutan kemanusiaan. Pedulikah Jokowi akan hal ini?

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline