Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Ke Kompasianival Berbekal Harga BBM Baru, Interpelasi ala Aburizal Bakrie dan Kemiskinan Naik 6.7 Juta

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

BBM sudah dinaikkan. Reaksi masyarakat terpecah - seperti terpecahnya konsentrasi saya yang akan segera ke Kompasianival di TMII pagi ini, he he he. Menarik mengamati akibat Jokowi menaikkan harga BBM. Aburizal Bakrie berteriak. Rakyat bergeming. Dunia usaha menyambut. Terdapat tiga reaksu yang harus dipahami. Pertama, jelas reaksi politikus dari pendukung dan penentang Jokowi. Kedua, naiknya warga miskin dengan tambahan 6,7 juta orang. Ketiga, dunia usaha dan kalangan menengah bawah ke atas mendukung kebijakan memangkas subsidi. Mari kita telaah ketiganya dalam rangka memahami sikap dan reaksi dari ketiga elemen tersebut dengan hati gembira ria.

Reaksi politik terpolarisasi. Kenaikan harga BBM tidak menggoncang kestabilan politik dan keamanan. Riak kecil jelas muncul dari koalisi Prabowo yang menentang kenaikan harga BBM - yang dalam acara pembentukan sekretariat di Jogjakarta berikrar menurunkan Jokowi dan mengganti dengan Prabowo - dan koalisi Jokowi yang mendukung kenaikan harga BBM.

Reaksi terpolarisasi ini hanya menjadi gelombang kecil yang tak signifikan. Apalagi kalau reaksi itu muncul dari orang semacam Aburizal Bakrie dan kelompoknya seperti Fahri Hamzah dan Fadli Zon serta Amien Rais. Daya magisnya sama sekali tak keluar. Rakyat tahu gertakan interpelasi tak akan membawa dampak dukungan rakyat yang masif. Kenapa?

Yang ngomong dan mengeluarkan pernyataan tentang interpelasi DPR dan bahkan pemakzulan terhadap Jokowi adalah orang-orang yang berseberangan. Politik telah mengajarkan kepada publik bahwa pernyataan politik dari para politikus selalu memiliki muara kepentingan diri sendiri dan kepentingan partai dan kelompok. Itu hakikat politik. Rakyat sudah tahu.

Terlebih lagi, Aburizal Bakrie memiliki kepentingan politik dan ekonomi yang ujung-ujungnya terkait dengan masalah pajak, masalah Lumpur Lapindo yang Jokowi tak mau membayar di luar masalah sosial, terkait dengan peluang usaha yang arahnya bertolak belakang dengan kepentingan Aburizal Bakrie. Intinya, naiknya Jokowi menghancurkan peluang bisnis ARB yang makin terpuruk dan tenggelam.

Jadi usaha interpelasi DPR terhadap kenaikan harga BBM tak lebih dari sekedar kekesalan akibat kehilangan pelindung (SBY melindungi usaha ARB) dan kesempatan ekonomi proyek lewat Banggar yang telah dipotong oleh Koalisi Jokowi. Kekuasaan politik semu ‘seolah berkuasa' koalisi Prabowo - yang bahkan mengangkat Prabowo menjadi Ketua dengan suara DPR yang hanya 11,5% adalah menghina Golkar yang 14,5 % suara. Itu namanya ‘halusinasi kekuasaan' yang tak disadari oleh Golkar. Golkar hanya menjadi kuda tunggangan partai kecil: Gerindra. Ini tak menguntungkan Golongan Karya yang dulunya selalu ‘berkarya'. Kini mereka berkarya menjadi ‘hamba kekuasaan ilusif penuh halusinasi bernama Prabowo'.

Sebagian kelompok orang kaya memang selama ini menikmati BBM subsidi dan kecewa kenikmatan itu tercerabut. Sebagian besar justru merasa ada kesadaran membangun bangsa secara bersama-sama dengan melibatkan kesempatan kepada warga yang kurang mampu. Kesadaran sosial yang selalu gagal dipahami para politikus.

Kedua, kemiskinan meningkat sebanyak 6,7 juta. Rakyat miskin di Indonesia menjadi sekitar 36 juta jiwa. Ini sisa-sisa pemerintahan SBY yang tak mampu menurunkan tingkat kemiskinan warga Indonesia. SBY selama 10 tahun membiarkan dan membuat program kerja hanya untuk kepentingan dunia usaha dan bahkan subsidi BBM diberikan kepada orang kaya (baca: subsidi BBM Rp 4,9 juta per bulan kepada pemilik mobil pribadi).

Sementara itu, dunia usaha tak mendapatkan insentif. Infrastruktur tak dibangun. Bayangkan dengan Rp 4,000 triliun subsidi selama 10 tahun pemerintahan SBY hanya menghasilkan asab kendaraan pribadi golongan kaya. Akibat infrastruktur yang bobrok (jalan, jembatan, pelabuhan, listrik dan akses kesehatan dan pendidikan) itulah maka akses ekonomi warga miskin semakin terpuruk karena mayoritas warga miskin jauh dari mendapatkan akses ke ketiga hal tersebut.

Maka menjadi semakin parah warga miskin tersingkir dari persaingan mendapatkan kue ekonomi yang telah dikuasai oleh dunia usaha besar. Koperasi dan UMKM yang sejatinya penopang ekonomi kuat tak mendapatkan perhatian dari pemerintahan SBY selama 10 tahun.

Maka ketika subsidi dipotong, yang akan terjadi adalah peluang ekonomi yang sama besar dengan pembangunan infrastruktur. Ini akan menjadi pemicu bergeraknya ekonomi dari pedesaan ke kota dengan jalur distribusi yang lebih baik dengan hasil pertanian bisa diperdagangkan dengan lancar ke seluruh wilayah lokal dan antar provinsi dengan pangsa pasar yang lebih luas di antara 250 juta jiwa. Luar biasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline