Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Jokowi Berkarakter Soeharto dan Sukarno, Ubah Arah Politik Luar Negeri Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14185325421494340890

[caption id="attachment_382499" align="aligncenter" width="640" caption="Jokowi di Acara Modis Kompasiana (Kompasiana.com)"][/caption]

Publik bertanya. Bagaimana arah politik luar negeri Indonesia Jokowi? Inilah jawaban arah kebijakan politik luar negeri Indonesia. Karakter politik luar negeri Indonesia merupakan gabungan sikap politik Bung Karno yang tegas dan eyang saya Presiden Soeharto yang pragmatis. Politik luar negeri Indonesia untuk kali pertama kelihatan arahnya yang tegas. Selain sikap pragmatis Jokowi menjadikannya memeningkan ekonomi ala eyang saya Presiden Soeharto, salah satu perubahan arah politik luar negeri Jokowi adalah Indonesia mengambil kebijakan sesuai dengan kepentingan nasional yang tegas seperti Bung Karno. Bagaimana politik luar negeri Indonesia itu dibangun dalam rangka kepentingan nasional? Mari kita simak grand design kebijakan politik luar negeri Indonesia dengan hati riang gembira bahagia senang ria sentosa.

Jokowi kali pertama tampil culun di APEC Summit Beijing 2014. Dengan gayanya yang lugas dan percaya diri, dengan bahasa Inggris pas-pasan, Jokowi tampil di depan para pemimpin dunia. Presentasi tanpa teks memasarkan Indonesia menjadi daya tarik para pemimpin dunia dilakukan oleh Jokowi. Diplomasi Jokowi adalah diplomasi pragmatism untuk kepentingan ekonomi, untuk ketahanan nasional. Ini arah diplomasi dan politik Indonesia paling jelas setelah zaman Bung Karno dan eyang saya Presiden Soeharto

ASEAN. Seperti Bung Karno, integritas territorial Indonesia benar-benar dijaga. Jokowi membuat gebrakan yang menyinggung sesama negara Asean. Kapal, jukung, atau getek asing pencuri ikan ditenggelamkan. Itu kebijakan baru Jokowi. (Ketegasan Jokowi dan Susi menenggelamkan kapal-kapal menghilangkan pemasukan aparat polisi air dan aparat keamanan TNI dan Polri yang korup.) Jokowi melakukan perubahan arah politik luar negeri. Kapal pencuri ikan ditenggelamkan. Pergesekan dengan sesama anggota Asean tak terhindarkan. Khusus untuk masalah Myanmar terkait Rohingya, Jokowi mengambil sikap seperti eyang saya Presiden Soeharto: status quo.

Pemerintah Vietnam meradang. Pun juga para pencuri ikan dari Thailand dan Tiongkok mengkerut dan surut karena ketegasan ancaman Jokowi dan Susi Pudjiastuti yang kini didukung oleh TNI Angkatan Laut dan Polri.

Namun demi kedaulatan Indonesia, maka Jokowi menerapkan politik keras dan tegas: tak ada kompromi dengan kedaulatan Republik Indonesia. Salah satu wujud kedaulatan adalah kemampuan Indonesia menjaga wilayah lautnya yang luas. Batas patok perbatasan RI-Malaysia di Borneo diperhatikan. Ambalat dan wilayah Natuna diperkuat dengan kekuatan TNI Angkatan Laut. Mercusuar yang dibangun Malaysia di wilayah Indonseia pun dibongkar sendiri oleh Malaysia begitu Jokowi memerintahkan pembongkaran secara kekuatan militer bila perlu. Masalah TKI di Malaysia juga dibenahi satu per satu.

PALESTINA. Seperti eyang saya Presiden Soeeharto, juga soal Palestina dan Kosovo menjadi prioritas. Selain mendukung penuh Palestina, Jokowi menolak Hamas - organisasi teroris yang menjadi lawan Israel dan Amerika Serikat. Indonesia seperti AS dan Israel mengakui Palestina sebagai satu kesatuan otoritas dan bukan faksi Hamas dan Fatah yang memecah Palestina. Maka Jokowi menolak Hamas berkantor di Jakarta - yang PKS mendukung sepenuhnya karena akan digunakan sebagai alat pencitraan politik atas nama agama.

Jokowi pun akan segera mengakui Kosovo sebagai negara merdeka. Hanya karena hubungan baik dengan Serbia - sebagai pecahan Yugoslavia - maka Indonesia ragu mengakui Kosovo. Padahal banyak negara telah mengakuinya. Keraguan Indonesia dan Jokowi mengakui Kosovo ternyata terkait dengan tekanan dalam negeri yang bermasalah dengan keberadaan Jemaah Ahmadiyah yang terkungkung dan hak-hak mereka tak diperhatikan.

POROS ASIA. Jakarta-New Delhi-Beijing-Seoul-Tokyo-Singapore. Itulah inti hubungan diplomatik Asia Jokowi. India dan Tiongkok dirangkul sebagai pasar dan pemodal untuk berinvestasi di Indonesia. Demikian pula Korea, Jepang dan Singapura didorong untuk tetap bekerjasama membangun perekonominan. Hal yang paling menonjol terkait hubungan dengan Singapura adalah alat kontrol izin terbang pesawat dan lalu lintas udara yang akan dipersoalkan Indonesia. Ini menarik. Selain itu, Jokowi masih ragu untuk menarik dana-dana yang diparkir di Singapura oleh para orang kaya di Indonesia termasuk oleh para koruptor yang bersembunyi di sana.

Hubungan dengan Australia, Amerika Serikat, Russia dan Eropa. Seperti sikap eyang saya Presiden Soeharto, Jokowi tetap menerapkan politik-ekonomi dengan Australia. Australia tetap dijadikan sahabat untuk menjaga keutuhan Papua - yang Australia sering mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Juga terkait dengan wilayah perbatasan laut Indonesia-Australia yang menjadi area tangkapan ikan tradisional. Manusia perahu pengungsi juga menjadi prioritas. Eropa hanya menjadi mitra dagang, selain Inggris, Prancis dan Belanda yang suka mencampuri masalah Papua.

Amerika Serikat tetap menjadi kunci kebijakan Indonesia tentang Papua. AS dijaga agar tetap mendukung kedaulatan Indonesia atas Papua. Untuk itu konsesi pertambangan dan perminyakan perusahaan tambang dan migas asal AS (dan Eropa) tetap sedia kala. Konsesi politik Papua untuk dibayar dengan konsesi ekonomi Indonesia kepada AS. Afrika tidak menjadi prioritas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline