Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Tiga Alasan Jokowi Tunda Lantik Budi Gunawan dan Politik Jalan Tengah

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14214611581228459622

[caption id="attachment_391319" align="aligncenter" width="624" caption="Budi Gunawan (KOMPAS.com/DIAN MAHARANI)"][/caption]

Presiden Jokowi telah menunda pelantikan Budi Gunawan - sampai ketetapan hukum atas Budi Gunawan jelas. DPR terdiam - meskipun sedang berupaya lagi untuk mencari terobosan konstitusi untuk interpelasi. Ternyata Presiden Jokowi memainkan politik jalan tengah. Ada tiga alasan Presiden Jokowi menunda pengangkatan Budi Gunawan yang sangat tepat: dengan mengangkat Plt Kapolri Badrotin Haiti. Mari kita telaah keputusan Presiden Jokowi menggantung posisi Budi Gunawan dan penerapan politik jalan tengah dengan hati riang gembira senang bahagia sentosa ria gembira sepanjang masa.

Pertama, terkait dengan perilaku DPR yang kasat mata lewat Gerindra, Demokrat, dan PKS yang mencurigakan yakni tiba-tiba mendukung pencalonan. (Demokrat dalam posisi menyarankan menunggu ketetapan hukum atas Budi Gunawan.) Dua hari lalu dalam pertemuan beberapa anggota DPR, wacana interpelasi terhadap Presiden Jokowi lalu impeachment telah mengemuka. Pasalnya DPR akan menggunakan haknya jika Presiden Jokowi membatalkan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Sesuai konstitusi, menurut DPR, harus dilantik. Jika Jokowi tidak melantik, maka akan dilakukan impeachment, dianggap melecehkan institusi DPR.

Namun, perkembangan politik itu ditanggapi Jokowi dengan menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Sementara telah telanjur meminta pemberhentian Jenderal Sutarman, maka untuk sementara Plt Kapolri diserahkan kepada Badrotin Haiti.

Dua hari lalu, para anggota DPR yang cerdas secara intelek namun rendah secara sosial, melakukan berbagai maneuver untuk membuat bola panas dan liar kepada Presiden Jokowi. Kesempatan untuk menjerumuskan Presiden Jokowi dengan melantik calon Kapolri yang telah ditetapkan sebagai tersangka dipraktikkan oleh DPR. Presiden Jokowi diberikan buah simalakama, terjepit di antara banyak kepentingan yang tak terbayangkan.

DPR - lembaga yang paling banyak menyetor koruptor tingkat tinggi - dengan senang hati meloloskan Budi Gunawan melalui fit and proper test. Fit and proper test dipolitisasi sedemikian rupa dengan alasan pemerintah harus didukung. Posisi Gerindra lewat Desmond J Mahesa yang sebelum penetapan Budi Gunawan menyatakan penunjukan Budi Gunawan sebagai kesalahan dan harus dibatalkan. Namun begitu penetapan sebagai tersangka korupsi terhadap Budi Gunawan, Gerindra, PKS dan semua partai politik mendukung pelantikan.

Pelantikan - dan wacana pelantikan itu - digunakan oleh DPR untuk (1) menjebak Presiden Jokowi yakni jika melantik Kapolri sebagai tersangka, Presiden Jokowi dianggap melecehkan KPK dan akan mengurangi dukungan dari publik, (2) jika tidak melantik diancam interpelasi DPR - seperti yang disampaikan oleh Desmond J Mahesa dari Gerindra - dan ujungnya impeachment alias pemakzulan. PKS pun atas nama konstitusi - bukan kepatutan mendukung. Namun, Jokowi memahami, jika Gerindra dan PKS sudah berbicara, maka patut diperhatikan dan tidak dipercayai.

Kedua, manuver internal PDIP dan partai pendukung lewat Suryo Paloh. Sementara para partai koalisi Jokowi pun mendukung pelantikan. Di sisi lain, Suryo Paloh dan Presiden ke-5 Mega tetap berkomunikasi, dan Suryo Paloh digunakan sebagai alat komunikasi publik - agar publik melihat bahwa PDIP mendukung pelantikan - agar koor tentang Budi Gunawan sama dengan semua partai di DPR. Para anggota DPR terkecoh.

Suryo Paloh, dua hari lalu seusai bertemu menjawab: "Kalau saya jadi Presiden Jokowi akan melantik Budi Gunawan sesuai konstitusi". Pernyataan Suryo Paloh ini menyemangati DPR yang sudah gatel untuk mendongkel Presiden Jokowi. DPR terkecoh.

Maka semakin santer Fahri Hamzah, Fadli Zon, Desmond J Mahesa menanggapi dan akan bersorak karena melihat Presiden Jokowi tak memiliki opsi selain: membatalkan pelantikan Budi Gunawan atau melantiknya - yang sama-sama memiliki risiko politik yakni (1) melantik Budi Gunawan artinya dukungan terhadap Jokowi merosot, (2) membatalkan terancam interpelasi DPR. Itu kemauan politikus DPR. Lewat Suryo Paloh dan Presiden ke-5 Mega, Presiden Jokowi bisa melihat keinginan politik sesungguhnya DPR. Sekali lagi lewat pernyataan politik Suryo Paloh, Presiden Jokowi menjebak DPR.

Ketiga,tekanan KPK dan pendukung Presiden Jokowi lewat media dan langsung. Pendukung Presiden Jokowi menekannya untuk menunda pelantikan Presiden Jokowi sampai posisi Budi Gunawan yang sedang menghadapi kasus hukum sebagai tersangka oleh KPK menjadi jelas. Ancaman boikot dan demo besar-besaran rakyat telah menyadarkan Presiden Jokowi untuk tidak tunduk pada kemauan DPR yang dihuni oleh banyak koruptor.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline