[caption id="attachment_396875" align="aligncenter" width="624" caption="Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jaksa Agung HM Prasetyo, dan Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti (depan, kiri ke kanan) memberikan penjelasan tentang sikap pemerintah terkait penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri, di teras Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/1/2015). Presiden meminta institusi Polri dan KPK untuk memastikan proses hukum kasus tersebut harus objektif dan sesuai dengan aturan UU yang berlaku. (WARTA KOTA/ALEX SUBAN)"][/caption]
Hikmah Valentine buat Jokowi, BG, BW1, AS, BW2, Mega, SBY, Fadli, Simbolon dan Fahri
Ini Hari Valentine. Saatnya Ayah beri nasihat hikmah kepada anak-anak Ayah sebagai wujud kasih sayang. Surat terbuka telah banyak ditulis oleh ratusan orang di Kompasiana dan media sosial lain. Ribuan artikel mengenai KPK dan Polri berikut rentetannya. Kritik dan saran politik-hukum dan hukum-politik telah dilontarkan oleh para tokoh. Ada Prof. Dr. Ahmad Syafi'i Ma'arif. Ada Jenderal Endriarto Sutarto. Tak ketinggalan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Msc., MA. Juga memberi pendapat Denny Indrayana. Mereka mendukung KPK dan Polri menjadi salah satu pilar bangsa. Namun, semua nasihat dan analisis dari pakar dan orang biasa tak mempan sehingga kasus KPK lawan Polri semakin liar. Maka Ki Sabdopanditoratu turun gunung sebagai Ayah di Hari Valentine ini memberikan nasihat terakhir bagi semua yang disebutkan di atas dengan hati sumringah gembira riang sentosa bahagia senang ria.
Karena sangat pentingnya kasus Polri vs KPK, maka salah satu pendekatan adalah memberi nasihat ala Ayah kepada anak-anaknya. Maka saya, Ki Sabdopanditoratu juga menganggap kalian sebagai anak-anakku: anak zaman, anak waktu, anak Indonesia.
Anak-anakku, sudah jadi para Bapak dan satu Ibu, rakyat tengah menunggu penyelesaian kasus KPK vs. Polri secara tuntas. Namun setelah hampir tiga minggu, rel hukum dan politik yang sehat dan dinamis di dalam KPK, dan terutama Polri menjadi semakin liar. Plus riuh rendah di kalangan Istana, para parpol, politikus, pengacara, hakim, polisi, KPK, rakyat, Jokowi, media online, televisi, dan radio, semuanya menunggu dan menunggu langkah anak-anakku, para Bapak dan satu Ibu.
Wahai anak-anakku. Menunggu bagi rakyat menjemukan. Bagi para Bapak dan satu Ibu mungkin menyenangkan dan meningkatkan adrenalin para Bapak dan satu Ibu ya. Kami, rakyat tak butuh adrenalin, karena mencari makan di darat, laut, lembah, hutan, kali, sawah, tegalan, ladang, dan gunung juga susah.
Rakyat melihat kasus ini hanya sebagai perseteruan untuk memenuhi kepentingan para Bapak dan seorang Ibu. Juga kasus pencalonan Kapolri adalah untuk kepentingan golongan. Bukan untuk kepentingan terbaik bangsa. Memang rakyat juga tahu bahwa politik itu kotor. Rakyat paham bahwa politik itu tentang kekuasaan. Dan, kekuasaan adalah ladang uang duit dan fulus, uang dan money. Dan tentang kebutuhan akan uang tak akan ada batasnya; berapa pun akan kurang.
Namun, rakyat juga tahu bahwa kebutuhan hidup itu dasarnya hanya pangan, sandang dan papan pada pokoknya. Rakyat juga tahu bahwa memiliki banyak rumah mewah hanyalah tambahan dari kebutuhan badan yang hanya tiga itu utamanya. Tentang, mobil mewah, moge, tanah yang luas dan banyak, itu hanya tambahan. Bahkan tentang anak, istri, suami, saudara itu juga tambahan berupa godaan. Rakyat tahu itu.
Rakyat juga tahu tentang apa yang disebut keserakahan. Saat ini, di Indonesia ada 34 juta mulut menganga sering kelaparan. Kurang makan. Kurang gizi. Papan reyot. Sandang kumuh. Pangan kurang. Itu dialami oleh rakyat banyak.
Nah, rakyat juga tahu bahwa kalian Anak-anakku; Presiden Jokowi, Budi Gunawan, Budi Waseso, Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Mega, SBY, si Fadli ama si Harman juga si Fahri Hamzah sudah tidak butuh kebutuhan dasar.
Kalian, Anak-anakku, sudah jadi bapak-bapak dan satu Ibu. Kalian hanya memikirkan diri sendiri untuk kebutuhan sekunder bahkan tersier. Kebutuhan bukan pokok seperti makan, tempat tinggal reot, dan pakaian ala kadarnya kumuh dan compang-camping. Kalian sedang mencari yang tidak dibutuhkan oleh rakyat banyak: kebutuhan eksistensi diri, kebutuhan yang bukan kebutuhan dasar makan, tempat tinggal dan pakaian.