Lihat ke Halaman Asli

Pasar Modern Tak Cocok Untuk Indonesia

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14098984521423463870

Pagi tadi kebetulan anak minta diantar kesekolah dari kebiasaannya bersepeda sejauh 6 km. Soalnya mau pramuka dan pulang sore hari. Kasihan kalau harus bersepeda, apalagi perempuan. Pernah sampai rumah pukul 16.30.

Pulang mengantar mampir ke membeli lauk ayam goreng kremes. Tepat sebelum saya ada ibu-ibu sudah agak berumur membeli ayam goreng kremes ukuran utuh 1 potong dan setengah 1 potong. Sepertinya langganan atau memang sudah kenal. Ditilik dari ngobrolnya dengan penjual. Saya tak menyimak detil obrolan mereka.

Lantas si ibu keluar warung setelah selesai pesanannya. Tak berapa lama dia balik lagi dan menaruh uang di kantongan anak si penjual ayam goreng kremes itu. Anak itu dari tadi bolak balik keluar masuk warung sudah bersiap bersekolah dengan memakai seragam. Si anak diam saja lantas diambil uang dari kantongnya, saya lirik "wah anak playgroup atau TK itu dapat uang saku tambahan Rp 5.000".

Dia keluar warung sebentar lantas balik lagi sembari berteriak, "Buuu.... minta uang receh" serunya. Lho ternyata dia tidak bercerita pada si ibu habis dapat uang. Ah biarkan saja, mungkin mau ditabung. Selesai membayar saya bergegas pulang. Kemudian mampir membelikan bubur kacang hijau pesanan si kecil.

Ditempat ini ada ibu-ibu muda membeli 5 kacang hijau plus 10 pisang molen. Kemudian datang wanita lain yang kenal dengan ibu ini. Mereka bertegur sapa dan nampaknya sudah lama tak ketemu. Wanita tadi sepertinya buruh dan dia bertanya kepada penjual bubur kacang hijau berapa dapat gorengan untuk uang Rp 2.000.

Dijawab si penjual, 3 gorengan. Ketika akan dibayar, ibu muda tadi bilang sudah dia bayar dan meminta penjual bubur kacang hijau mengambil plastik menambahkan 1 bungkus kacang hijau sekaligus untuk tempat gorengan yang dibeli tadi. Si wanita tadi berterima kasih dan berangkat kerja.

[caption id="attachment_322475" align="aligncenter" width="531" caption="Disini barang yang dibeli tidak boleh ditawar"][/caption]

Dua kejadian diatas tak bakalan atau jarang kita temukan di kasir tempat pembayaran pasar modern termasuk mini market. Semua serba mekanik, apalagi yang mengurusi pembayaran hanya kasir. Nilai-nilai sosial inilah yang kian hari kian terkikis. Semua serba dihitung dan ada harganya. Miris sebenarnya merasakan potret 2 kejadian yang saya alami pagi tadi.

Hampir tidak pernah lagi merasakan moment waktu kecil saya yang ketika bepergian ke tempat mbah, diajak membeli sesuatu ke tetangga mbah, dapat bonus roti, permen, mainan atau apapun yang dijual dan menarik minat anak-anak. Anak saya hampir tidak pernah merasakan jika ikut ibunya berbelanja di rumah.

Kalau ditempat mbahnya, di desa sana sih kadang kala masih. membeli bakso atau mie ayam depan rumah mbahnya biasanya tidak mau dibayar. Tapi kami atau mbahnya membayar bisa untuk 3 atau 4 porsi meski jajannya untuk 2 anak.

Saya rasa di pasar tradisional beberapa kejadian ini mungkin masih dijumpai. Kami bila ketemu teman yang berjualan apalagi dia misalnya pedagang asongan selalu membeli meski kadang sedang tidak butuh dengan tanpa tanya harga. Yang tak ternilai adalah keramahan dari hati, sapaan, ucapan terima kasih, obrolan atau senyuman sebagai teman, kenalan atau saudara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline