sumber gambar: icdn.antaranews.com
Gak bisa dipungkiri...tahun 2015 sampai awal tahun ini adalah masa-masa yang sulit bagi pengusaha. Perekonomian dunia yang nggak stabil, harga minyak dunia yang hancur2an sehingga membuat perusahaan minyak dan tambang di Indonesia juga tiarap. Saat harga minyak dunia turun, harga bensin di negeri kita tetap tinggi...daya beli masyarakat turun, sehingga industri2 penunjang perekonomian juga turun...
Disisi lain, yang namanya Serikat Pekerja makin kuat kukunya. Pekerja di Indonesia seperti mempunyai dua majikan...yang satu managernya di kantor satunya lagi lembaga Serikat Pekerja. Kalau ada kebijakan2 perusahaan yang menyangkut tenaga kerja, para pekerja itu nggak langsung menerima, tapi konsultasi dulu dengan pimpinan2 Serikat Pekerja. SP ini garang banget menyuarakan kepentingan anggotanya tanpa peduli apakah perusahaan tempat anggotanya bekerja itu kuat atau tidak, mampu atau tidak memenuhi tuntutan2 pekerja. Bahkan dalam banyak kasus...perusahaan rugi pun mereka tetap ngotot minta bonus berkali lipat.
Kenapa SP itu berani2? karena mereka didukung oleh lembaga SPSI diluar perusahaan. Disitu isinya "orang2 pandai" hukum, pandai berdebat dan militan. Mereka bukan buruh yang bekerja di suatu perusahaan kemudian ditunjuk mewakili buruh2 lainnya, tetapi mereka adalah orang2 yang secara khusus bekerja di lembaga yang ngurusi SP tsb. Tentunya gajinya nggak UMR lah yaaaooow...bisa jadi malah gajinya melegihi manager atau direktur perusahaan tempat pekerja yang mereke suarakan bekerja. Orang2 ini sadar sesadar2nya kalau mereka nggak mungkin diterima kerja di perusahaan karena gaya pemberontakan mereka...oleh sebab itu ya kerja saja di lembaga SP. Mereka seolah2 mati2an memperjuangkan nasib buruh tetapi sebenarnya mereka ya hanya memperjuangkan perutnya sendiri, supaya tetap exis di lembaga sehingga tetap dapat duit (hitung saja berapa ribu buruh yang gajinya dipotong untuk iuran anggota SP)
Ada isue Panasonic mem PHK karyawan. Dalam konferensi persnya pihak perusahaan mengatakan bahwa itu bukan PHK tapi merger unit Cikarang ke Bogor. Dalam merger itu karyawan Cikarang diberi opsi bisa ikut merger tetapi mengikuti aturan perusahaan yang sudah berlaku di Bogor, atau mengundurkan diri. Bisa jadi (mungkin lho ya) hal itu karena manajemen di Cikarang dah pusing dengan banyaknya pemogokan buruh selama ini. Dengan merger gini khan buruh yang masih mau kerja ya musti ngikutin aturan yang di Bogor atau keluar dari perusahaan.
Banyak manajemen perusahaan yang sudah pusing dengan pemogokan dan tuntutan2 buruh yang makin tidak masuk akal yang didukung pula oleh pemerintah "baik hati" demi menjaga popularitasnya. Kami saja yang pengusaha gurem, milih inovasi dalam tools/peralatan supaya bisa nambah kapasitas produksi daripada nambah karyawan. Lhaa ngurusi pekerja itu mumet tenan...produktivitas rendah tapi tuntutannya tinggi. Makanya kalau sudah dapat yang cocok ya sudah dibatasin aja jumlahnya, dibagusin kesejahteraannya dan ditambahi alat2 untuk menunjang kerjanya tapi nggak usah memperbanyak karyawan
Saat ini adalah kesempatan bagus bagi perusahaan2 besar yang selama ini buruhnya kebanyakan demo, untuk mem PHK buruh2 itu...yang sudah nggak produktif, belagu masih kebanyakan tuntutan pulak. Kondisi ekonomi yang sulit akan membuat orang maklum bila pengusaha2 mem PHK karyawan dan mengefisiensikan line bisnis (ganti saja pakai peralatan modern)...Biar saja jadi tugas pengurus2 SP yang selama ini merasa yang paling mewakili buruh untuk mencarikan buruh2 itu pekerjaan baru. Walaupun kemungkinan besar mereka juga hanya akan menyalahkan pemerintah dan pak Jokowi (lagi)
sumber gambar: icdn.antaranews.com
Jadi ingat tetanggaku yang ibu rumah tangga tetapi punya 5 angkot. Dia kalau berpesan ke para drivernya sederhana...
"Ingat ya...ibu nggak akan miskin walaupun nggak ada kalian...tetapi kalian nggak bisa cari makan kalau angkot ini ibu jual. Jadi bekerjalah yang bener dan jujur...supaya ibu nggak pusing, karena kalau ibu pusing...ibu jual saja angkot ini uangnya kumasukkan ke deposito ...ibu tidur nyenyak dah..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H