Lihat ke Halaman Asli

Ninin Rahayu Sari

https://nininmenulis.com

Budidaya Ikan Nila di KBA Durian Berseri, Wujud Desa Mandiri dan Berkelanjutan

Diperbarui: 10 November 2024   21:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dok. Tribun Pontianak

Di tepian Sungai Kapuas yang membentang panjang di Kalimantan Barat, sebuah kampung kecil yang dikenal dengan nama Durian Berseri tengah menorehkan kisah inspiratif tentang kemandirian dan keberlanjutan ekonomi. Kampung ini, yang terletak di Kabupaten Kubu Raya, telah menjadi contoh nyata dari bagaimana sebuah komunitas dapat bangkit dan berkembang berkat semangat gotong royong serta dukungan program sosial yang berfokus pada pemberdayaan ekonomi berbasis sumber daya lokal. Salah satu inisiatif yang berhasil mengubah wajah ekonomi desa adalah budidaya ikan nila melalui keramba jaring apung, yang kini menjadi sumber pendapatan utama bagi banyak keluarga di sana.

Pak Juanda, Sosok yang Menjadi Motor Perubahan
Sungai Kapuas, dengan panjang 1.143 km, adalah sungai terpanjang di Indonesia dan memiliki potensi besar sebagai sumber daya alam yang dapat mendukung kehidupan masyarakat sekitar. Namun, bukan hanya potensi alamnya yang kaya, melainkan juga semangat masyarakat setempat yang ingin memanfaatkan sungai ini dengan cara yang berkelanjutan. Salah satunya adalah melalui budidaya ikan nila di keramba jaring apung yang dibangun di sepanjang sungai.

Program ini dimulai pada 2021 dengan inisiasi dari Kampung Berseri Astra (KBA), sebuah program CSR Astra International yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui berbagai inisiatif yang ramah lingkungan, cerdas, sehat, dan produktif. Program KBA ini tidak hanya memberikan bantuan finansial, tetapi juga memberikan pelatihan serta pendampingan dalam mengembangkan usaha berbasis lingkungan yang bermanfaat jangka panjang.

Pak Juanda (Kanan) Foto: Dok. Suara Kalbar

Salah satu sosok kunci dalam keberhasilan budidaya ikan nila di Kampung Durian Berseri adalah Pak Juanda, seorang mantan nelayan yang kini menjadi pengelola utama usaha keramba ikan nila di desa tersebut. Dulu, Pak Juanda bekerja sebagai nelayan tradisional yang menggantungkan hidupnya pada hasil tangkapan ikan dari Sungai Kapuas. Namun, dengan semakin menurunnya hasil tangkapan ikan dan kesulitan dalam mencari nafkah, Pak Juanda dan beberapa warga lainnya memutuskan untuk mencari alternatif baru.

Pemilihan budidaya ikan nila sebagai usaha utama bukan tanpa alasan. Ikan nila dikenal sebagai ikan yang mudah dipelihara, cepat tumbuh, dan memiliki pasar yang luas. Selain itu, budidaya ikan nila melalui keramba jaring apung dapat dilakukan tanpa merusak ekosistem sungai, yang menjadi salah satu pilar utama dalam program Astra Hijau. Ini adalah salah satu alasan mengapa masyarakat Durian Berseri melihat potensi besar dalam budidaya ikan nila sebagai alternatif sumber penghidupan yang lebih berkelanjutan.

Bersama Membangun Keramba Jaring Apung

Foto: Dok. Suara Kalbar

Pembangunan keramba ikan nila dimulai dengan semangat gotong royong yang kuat dari masyarakat. Tak hanya kaum pria yang terlibat dalam pembangunan keramba, tetapi juga ibu-ibu yang berperan dalam menyiapkan makanan dan minuman untuk para pekerja. Suasana kekeluargaan ini menjadi landasan kuat dalam mewujudkan impian mereka untuk menciptakan usaha yang tidak hanya menguntungkan, tetapi juga dapat membawa perubahan positif bagi seluruh komunitas.

Keramba jaring apung yang dibangun oleh warga terbuat dari bahan-bahan yang mudah didapat di sekitar mereka, seperti tong plastik biru untuk pelampung dan kayu untuk membuat jalan setapak. Setiap keramba memiliki ukuran 4x4 meter dan dapat menampung ribuan ikan nila dalam berbagai ukuran. Dengan sistem budidaya yang ramah lingkungan ini, masyarakat tidak hanya memperoleh penghasilan dari hasil panen ikan, tetapi juga dapat menjaga keberlanjutan ekosistem Sungai Kapuas.

Sejak dimulai pada 2021, usaha keramba ikan nila ini telah memberikan dampak signifikan bagi masyarakat setempat. Tidak hanya pendapatan mereka meningkat, tetapi juga membuka peluang kerja. Pak Juanda dan kelompoknya, yang terdiri dari delapan orang, kini mengelola empat unit tambak ikan nila yang telah menghasilkan ikan dengan ukuran yang cukup besar. Dalam setiap siklus panen yang berlangsung sekitar tiga bulan, mereka dapat memanen hingga 50 kilogram ikan nila yang dijual ke pasar lokal dengan harga yang menguntungkan.

Pendapatan yang diperoleh tidak hanya digunakan untuk membeli pakan dan bibit ikan baru, tetapi juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan, para warga yang semula hanya menjadi penerima manfaat kini mulai tertarik untuk mengikuti jejak Pak Juanda dalam mengelola keramba secara mandiri. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini tidak hanya berdampak pada peningkatan ekonomi, tetapi juga mendorong semangat kewirausahaan di kalangan warga setempat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline