Menangkup Badai, Menangkap Berkat
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Kondisi Widuri setelah perawatan kian membaik. Ada belasan jahitan di pergelangan tangan kiri yang harus dirawat secara teliti. Bersyukur sekali nyawanya masih bisa diselamatkan. Namun, dokter baik hati yang merujuk ke salah seorang psikolog meminta agar masalah yang dialami ditutup rapat-rapat hingga gadis itu benar-benar sembuh, baik secara fisik maupun secara rohani.
Di sisi lain, oleh sang psikolog yang menangani, disarankan agar seseorang yang membuatnya merasa terpuruk untuk sementara tidak menyambanginya di rumah sakit. Ternyata, salah seorang tersebut adalah Wangi.
Sangat kaget ketika keluarga melarangnya untuk tidak menjenguk di rumah sakit. Padahal, menurut Wangi, justru di saat kesakitan dan dalam kesendirian tersebut, Widuri memerlukan teman mengobrol. Ternyata, apa yang disangkanya baik dan benar, justru tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, Wangi pun pasrah.
***
"Suster ...," sapa Wangi pada Suster Kepala yang sudah dianggap sebagai pengganti ibunya.
Cukup lama chat di WhatsApp tersebut tidak dijawab. Sementara, Wangi sibuk menata kata, apa yang hendak disampaikannya sebagai curahan isi hati.
"Ya, Sayang ...," jawab sang suster yang melegakan hatinya.
"Angi mau mengganggu, jam berapa Suster ada waktu untuk bincang santai dengan Angi?"
"Kamu bisanya kapan? Suster selalu ada dan siap mendengarkan keluh kesahmu, Nak!"