Bak Naik Roller Coaster
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Sejak dua minggu lalu Tuhan memberikan hadiah kepada saya berupa sakit-penyakit. Awalnya saya kira anyang-anyangen biasa. Ah, saya pikir pastilah dua tiga hari akan sembuh. Ternyata, sampai dua minggu!
Ya, sudahlah ... saya percaya ini adalah soal 'kenaikan tingkat' bagi saya agar belajar bersabar, banyak bersyukur (teristimewa dalam segala hal), selalu mendekat, dan mempercayakan diri seutuhnya kepada-Nya saja.
Memang, dalam rangka diet, saya mengurangi asupan pangan terutama nasi. Sebelumnya, jika melihat nasi, aduhai ... saya bisa seperti orang kalap. Makan bisa sehari empat kali. Dus, dampaknya ... berat badan melar luar biasa.
Nah, sejak sekitar sebulanan silam, saya belajar mengurangi, bahkan meninggalkan menu nasi. Saya mengganti dengan singkong, ubi, kentang, sukun, waluh, atau jagung manis. Akibat positifnya berat badan memang turun lumayan. Tanpa obat, hanya mengurangi nasi. Berkurang enam kilogram dalam dua mingguan.
Namun, sayang ... entah kenapa perut bagian bawah terasa nyeri dan panas. Saya yakin pasti ada sesuatu, semisal infeksi perkemihan. Sementara itu, walau bungsu dianugerahi talenta menjadi dokter dan masih menimba ilmu di mancanegara, saya tidak mau membebaninya dengan pikiran negatif. Saya mau dia fokus pada penelitian sehingga kuliah dan penelitiannya segera tuntas.
"Ma, aku mau menjadi orang pertama yang mendengar keluhan Mama! Jangan aku mendengar justru dari orang lain! Mama menguliahkan aku di FK itu enggak main-main, loh! Tentu saja aku ingin menjadi dokter keluarga juga! Mama paham, kan?" ungkap kekecewaannya disampaikan dengan chat di WhatsApp.
Seperti biasa, saya hanya diam. Baik saya maupun pasangan, sejujurnya cukup trauma kalau harus ke dokter. Ahaha ... lucu juga, ya! Bukan hanya takut disuntik, melainkan juga trauma melihat peralatan medis dan aroma menyengat di rumah sakit. Entahlah! Jangan bertanya kenapa ... karena saya tidak mampu menjawabnya dengan pasti.
Bahkan, di dalam doa-doa saya katakan kepada Tuhan agar jangan saya diperhadapkan dengan sesakit yang membuat saya harus berurusan dengan peralatan dan perawatan medis. Sungguh! Melahirkan tiga kali, operasi dua kali, dan kuretisasi dua kali saja sudah sangat menakutkan. Jangan lagi, ya Tuhan! Keluh jujur dan doa saya setiap malam tiba.
Seperti biasa, jika saya atau pasangan memiliki keluhan medis, larinya bukan ke obat, melainkan ke alternatif saja. Saat anyang-anyangen, saya dibelikan air kelapa atau degan hijau setiap hari. Dengan demikian, asupan minuman alami pun terpenuhi. Pelan tetapi pasti, sesakit pun pergi. Memang tidak secara langsung, tetapi berangsur-angsur sembuh juga. Butuh waktu. Itu pasti!
Sementara itu, tensi pun tidak stabil. Dampaknya, kliyengan dan mbliyut! Khusus untuk masalah tensi ini, saya harus memberikan laporan kepada si bungsu. Kalau terlalu tinggi, lebih dari 120/80 dikatakan bahwa obat amlodipin tidak boleh berhenti. Namun, sejujurnya saya lebih suka mengonsumsi black garlic daripada obat kimiawi itu! Anehnya, semingguan ini justru tensi jauh berada di bawah standar. Sejak tiga hari silam, kemarin, dan hari ini pada kisaran 100/67 saja. Padahal, biasanya maksimal 130/80-an, lah!