Lihat ke Halaman Asli

Ninik Sirtufi Rahayu

Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menunggu di Ambang Batas Waktu

Diperbarui: 28 Oktober 2024   15:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi- waktu (Freepik/rawpixel.com)

Bel tanda kegiatan pembelajaran berakhir sudah berbunyi. Seusai berdoa, memberi salam, Bu Yuliana meninggalkan kelas. Kuambil buku-buku yang menumpuk di depan meja lalu kubagikan pada teman-teman.

Bu Yuliana, guru Bahasa Indonesia, telah selesai memeriksa pekerjaan kami. Sebagai ketua kelas, tugasku membantu guru-guru dalam hal apa pun. Kulihat Cantika berlari menemui kekasihnya di dekat ruang OSIS. Ada rasa cemburu, tetapi kupupus semua rasa itu, mengingat Cantika sahabat karibku.

"Kau mau balik bareng aku gak?" ajakku pada Cantika.

Seperti biasa setiap hari aku mengantar dan menjemputnya. Kebetulan rumah kami satu arah dan pertemanan kami begitu dekat.

"Oke, tunggu ya ... aku pamit ke Dion dulu," sahutnya sambil berlari menuju XII MIPA 2, kelas Dion kekasih Cantika.

Aku dan Cantika bersahabat dengan empat orang lainnya, Widi, Yos, Kamil, dan Dion. Persahabatan kami berawal saat kami masuk di kelas X-5. Kami sangat solid satu sama lain dan berkomitmen, pertemanan pure persahabatan. Tidak boleh ada yang jatuh cinta. Karena kami menganggap cinta ada putusnya sementara persahabatan akan kekal selamanya. Akan tetapi, siapa yang mampu menahan rasa? Sejak pandangan pertama, aku sudah jatuh cinta pada Cantika.

Cantika sosok perempuan idaman. Cantik. Perawakannya tinggi semampai. Kulitnya putih bening. Rambutnya sebahu menambah kesempurnaan wajah tirus miliknya. Siapa pun yang melihat akan suka. Hal teristimewa dari Cantika adalah kepribadiannya. Dia sangat supel, ramah, ceria, tidak jaim, terkadang konyol dan senang mem-bully dalam artian positif. Artinya bully-an yang membuat kami semua terbahak karena memang benar adanya. Usil, tetapi hanya dilakukan di antara kami berenam. Semua aturan tidak berlaku dengan orang di luar kami. Tentu saja karena candaan kami takut melukai hati. Khusus bagi kami, hal itu biasa saja karena sudah saling memahami karakter masing-masing.

Tetiba, memoriku melambung jauh ke dua tahun silam. Saat itu kami baru selesai masa orientasi sekolah. Dengan supelnya Cantika mampu meraih hati banyak orang. Dia selalu dikerubungi teman. Kesukaannya bercanda membuat kami seperti sedang nonton live streaming stand-up comedy. Teman-teman tidak berhenti tertawa mendengar celotehnya.

Sementara di balik semua itu ... aku, ya aku ... sosok lelaki pemalu. Rasanya penampilanku standar saja. Meski banyak orang bilang wajahku manis, aku tetap tidak percaya diri. Melihat Cantika begitu disukai banyak orang, putus nyaliku untuk menambatkan hati kepadanya.

Seusai upacara, Cantika berlari menghampiri. Dia langsung memegang pergelangan tanganku, "Gandaru, aku mau bicara sesuatu ... tapi nanti, ya!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline