Tak Terselami Manusia
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Udara sore yang cerah telah mengusir gerah sejak siang. Namun, jauh di ufuk barat mendung begitu gelapnya. Sungguh suasana yang kontras. Angin yang semilir pun sempat menghalau gerah dan resah yang ada di dada.
Permatasari yang biasa disapa Tata sedang menyelesaikan tugas kuliahnya. Suntuk, tetapi harus selesai paling tidak malam nanti.
Daripada menunda-nunda! Sebab dalam benaknya menunda itu menabung derita. Maka, tak dibiarkan rasa kantuk yang mendera.
Ia berusaha agar tidak mengantuk. Karena itu diseretnya kaki dengan gontai menuju ruang dapur hendak membuat kopi. Meski sebenarnya sudah pernah diingatkan sang kekasih beberapa saat lalu agar tidak terbiasa meminum kopi.
"Jangan terlalu banyak minum kopi, Sayang. Tak bagus untuk lambungmu!"
"Tapi ... kalau nggak ngopi, ngantuk Mas!" dalihnya.
"Ih, sejak kapan sih kopi bisa mengusir kantuk? Mitos, kale ...!" sambut Yasodana sang kekasih sambil meleletkan lidah menggoda.
"Ihhh, ... Mas Yaso loh gituuu ...!"
"Ya, 'kan ... Mas sudah mempelajari efek sampingnya, masak kamu nggak percaya sih, Dik?"
"Hmm, kali ini sedikiiittt saja kopinya. Habis tugasnya belum kelar!" senandikanya.
"Eh, Non ngomong sama siapa, sih?" sergah Bi Imah yang tetiba masuk dapur.