Lihat ke Halaman Asli

Ninik Sirtufi Rahayu

belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Gelang Giok (Part 6)

Diperbarui: 2 Juli 2024   18:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Terpaksa Terpisah (bagian 1)

Teruna yang duduk di sebelah kanan sang ibu, sementara Seruni dipeluk di sisi kiri menjadi anak-anak penurut yang tidak berbicara sepatah kata pun. Keduanya cukup kaget, tetapi mereka paham bahwa semua dilakukan demi keselamatan dan keutuhan keluarga.

Jika ditanya, "Bondho opo nyowo," pastilah semua orang akan menjawab dan memilih nyawa. Hal itu karena harta benda tidak ada artinya dibanding dengan keselamatan nyawa.  Itulah sebabnya mereka segera mengasingkan diri agar nyawanya selamat. 

Masalah harta yang menjadi sumber nestapa dan sekaligus menjadi incaran kaum penjahat ditinggalkan semuanya. Memang menjadi aset yang nilai rupiahnya sudah dititipkan ke instansi terkait demi penyelamatan. Hanya benda mati macam bangunan, empang, dan lahan kebun yang masih tampak ada. Sementara surat-menyurat dan lain-lain sudah berada di suatu tempat aman. Ini yang tidak disadari dan diprediksi oleh penjahat licik. Kecerdasannya masih kalah dengan sang pemilik asli.

"Ya, benar! Positive thinking! Percayalah bahwa kita akan berkumpul kembali! Jangan pernah khawatir! Itulah yang disebut ibumu jaga hati!" imbuh sang ayah lembut.

"Teruna, kamu sudah kelas lima. Kamu sulung kami yang cerdas, baik hati, dan sabar. Ibu percaya kamu akan menjadi kakak yang baik dan selalu melindungi adikmu Uni, ya Sayang!" peluk cium Ayusti kepada sulungnya.

"Seruni, Ayah yakin kamu juga akan menjadi adik yang manis dan tidak cengeng seperti yang selama ini kami ketahui. Yang sabar, ya Nak!" imbuh Nu kepada bungsu yang sangat disayangi itu.

"Kalian berdua harus belajar mandiri, tetapi tetap saling menyayangi, ya Nak!" suara sang ayah agak bergetar.

Mereka berpelukan, tetapi berjanji tidak boleh bertangisan. Mereka berempat berdoa baik bersuara maupun di dalam hati semoga Allah segera mempertemukan kembali. Semua kondisi biarlah di dalam kendali Allah semata.

"Mari kita sama-sama tegar, sabar, dan saling mendoakan!" tutup sang ayah sambil meletakkan jari tengah dan telunjuk di bibirnya sebagai isyarat agar tidak banyak bersuara.

"Nah, sekarang ... mari kita bersiap berangkat, ya, Sayang. Jangan lupa selalu doakan Ayah dan Bunda, ya," diciumilah kedua buah hati tersebut sambil melepas mereka pergi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline