Lihat ke Halaman Asli

Ninik Sirtufi Rahayu

belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Transfer Kasih Sayang

Diperbarui: 27 Juni 2024   10:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Transfer Kasih Sayang
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

"Dik, maaf, Mbak nggak bisa transfer kamu bulan ini karena harus menebus obat-obatan yang lumayan. Maafkan Mbak, ya, Dik."
Ini draft pesan yang akan kukirim buat adikku yang bersekolah di luar kota. Sejak masa pandemi tahun ini, dia pun tidak pernah bisa pulang ke rumah lagi.

Kubaca ulang, sambil kuamati apakah kira-kira pesan WhatsApp ini akan membuatnya kecewa. Sebelum kukirim, masih kusunting berkali-kali, jangan sampai ada kata yang menyinggung perasaannya. Aku pun berdoa agar seterima pesan ini, adikku tetap bersemangat belajar. Aamiin.

Sejak lulus SMP dua tahun lalu, satu-satunya saudaraku ini terpaksa harus ikut Paman di kota lain. Diharapkan dengan menumpang di rumah Paman dan Bibi, sambil bersekolah, adikku bisa ikut membantu mengais rezeki. Membantu usaha Paman yang makin lumayan katanya.

Ya, adikku, Mirna, masih bersekolah duduk di kelas dua, di  salah satu SMA di kota pamanku tinggal. Karena  ekonomi kami kurang mendukung, Paman meminta adikku ikut mereka sebab memiliki bisnis kuliner sedang berkembang. Paman dan Bibi akan memberikan gaji atau uang saku bulanan.  

Setidaknya, sepulang sekolah Mirna masih bisa membantu Paman dan Bibi di kedai sehingga mereka tidak memerlukan banyak tenaga kerja. Justru mereka berkeinginan untuk memanfaatkan tenaga yang berasal dari anggota keluarga sendiri.

Bisnis Paman berjualan aneka kuliner katanya lumayan menjanjikan. Jika Mirna berminat, siapa tahu kelak juga bisa mengelola cabang baru. Itu harapan Paman dan Bibi. Apalagi, Mirna juga jago memasak.

Kami juga berharap Mirna bisa menyisihkan uang lelahnya dari Paman dan Bibi agar bisa ditabung. Siapa tahu nilai akademiknya menunjang hingga bisa untuk membiayai kuliah di perguruan tinggi.

Paman dan Bibi hanya memiliki satu anak perempuan. Jadi, dengan adanya Mirna tinggal bersama mereka, lumayanlah ada teman untuk anaknya yang selisih dua tahunan di bawah adikku.

Pagi hingga siang hari Mirna bersekolah, lanjut pulang sekolah membantu menjadi pramusaji. Apalagi,  Mirna berwajah manis, ramah, santun, dan luwes pula. Harapannya bisa membuat suasana adem di kedai. Bukan rahasia lagi 'kan, jika ada setangkai kembang, kumbang pun bakal datang bertandang?

Aku dan adikku terpaut sekitar lima tahun. Kami berdua sejak kecil terlatih hidup sederhana karena Bapak hanya sebagai sopir angkot dan Ibu pedagang kecil yang membuka lapak di depan rumah. Ibu berjualan sayur-mayur dan kebutuhan dapur para tetangga. Sementara , selepas dari SMA empat tahun lalu, aku bekerja ikut orang menjaga tokonya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline