Lihat ke Halaman Asli

Ninik Sirtufi Rahayu

belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Anyelir (Part 10)

Diperbarui: 26 Juni 2024   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Candaan Diana

"Cinta seperti penyair berdarah dingin yang pandai menorehkan luka. Rindu seperti sajak sederhana yang tak ada matinya." - Joko Pinurbo.

Seperti biasa beberapa hari Jalu tidak menampakkan batang hidungnya. Hari ini Anye bertemu Diana di jalan menuju ruang kuliah fakultas ekonomi.

"Hai, Nyonya Jalu Amukti!" teriak Diana berlarian mendekati Anye.

"Hai, juga!"

Anye sedikit heran mengapa Diana memanggilnya Nyonya Jalu Amukti begitu. Jangan-jangan Jalu menceritakan aktivitas kebersamaannya? Ah, mana mungkin lelaki ember, ya?

"Selamat yaaa ... kudoakan selamat hingga pelaminan nanti!" seru Diana ceria. 

Ada nada iri terselip di antara kata dan rasa yang diungkap Diana.

"Ouh, kamu tahu ...?" selidik Anye keheranan.

"Yaa, aku tahu. Apa lagi dengan tanda-tanda kedewasaan itu! Tak apa, Anye, di situlah seninya bercinta. Semua juga paham, kok! Kan kita sudah dewasa!" Diana menaikturunkan alisnya dengan lucu.

Anye menjadi salah tingkah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline