Siapa Sangka
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Masih kuingat jelas puluhan tahun silam
Ketika kulihat sosoknya berselonjor di tilam beranda
Kedua kaki pincang diurutnya perlahan
Mungkin ngilu menggerogoti seluruh sendi
Seharian ukur jalan membawa pikulan dan sedikit uang
Membeli barang tak terpakai yang bisa dijual ulang
Ketika malam menjelang saat raga lelah meminta haknya
Ia pun merehatkan seluruh sendi dan bahu
Yang lelah memikul beban sambil menyeret kaki
Mengitari pelosok kota mencari dan menjajakan dagangan
Kulihat pekat kulitnya tersengat sang maharaja
Saat ditawarkan jasa paling hina
Cuma membeli barang bekas dari rumah ke rumah
Kuingat benar suatu saat ketika
diketahui kami anak dan menantu lewat di dekat
Gegas ditutuplah muka dengan topi kusam yang selalu bertengger di kepala
Dipalingkan muka agar anak tak melihat
Karena takut anak menantu malu melihat betapa hina kerjanya
Suatu hari kami melihat di pinggir jalan menuju kota
Duduk di beton pembatas trotoar sambil mengipas raga dengan topi
Ditepikan motor disapa sang ayah secara santun bijaksana
"Bapak lelah? Pulang kuantar sepeda, ya?"
Sang ayah menggeleng, sambil berkata, "Pergilah! Jangan sampai temanmu tahu!"
Sang ayah menjaga nama baik putra
Tak diinginkan seorang pun tahu bahwa ia ayahnya
Ayah yang hanya tukang loak barang bekas saja
Baju sang ayah tak pernah berganti dan hanya dua
Ketika dibelikan katanya, "Tukang rombeng tak cocok baju bagus!"
Baju baru pun tak pernah dipakainya
Setengah abad berlalu sudah
Prestasi tiga cucu ternyata mengangkasa
Lulusan pendidikan tertinggi dari mancanegara
Menduduki jabatan istimewa di masing-masing bidang mereka
Siapa sangka?
Cuma cucu tukang rombeng menjadi jawara?