Lihat ke Halaman Asli

Ninik Sirtufi Rahayu

mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Pot Kembang Telang

Diperbarui: 13 Juni 2024   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pot Kembang Telang

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Bulan Desember adalah bulan hujan. Tiada hari tanpa hujan. Mendung muram menghalangi matahari yang hendak menyinari bumi. Dingin dan kabut menjelmakan rasa malas untuk apa pun. Meskipun ada water hitter yang siap kapan pun dimanfaatkan, rasa malas beranjak dari kamar atau bahkan turun dari ranjang sangat menggoda. Selimut tebal melambai mengajak untuk tetap mengenakannya sekadar penghangat raga.

Kemarin ketika ada sedikit sinar dari celah dedaunan lebat kebun sebelah rumah, masih lumayan. Kemarin masih sempat kutengok pot per pot tanaman herbalku. Bahkan, ketika menyimak rimbun sulur kembang telang, ya Allah ... sekitar dua belas ekor bekicot bergerombol berhimpitan di tepian pot. Aneh sekali hewan ini. Menurutku tidak memiliki mata, tetapi mengapa bisa bergerombol hanya di satu tempat saja. Maka, dengan mengenakan sepasang sarung tangan berduri lembut, khas sebagai sarung pembersih, kuambil satu per satu hewan tersebut dan segera kulemparkan ke sungai di sebelah rumah. Aman ... pikirku. Hewan perusak selain belalang ini memang harus disingkirkan jauh-jauh dari pot bunga kesayangan.

Kembang telang berwarna biru ungu ini jika dikeringkan bisa dimanfaatkan sebagai teh herbal. Berbagai manfaat katanya. Akan tetapi, aku terbiasa membeli yang sudah dikeringkan di toko obat. Ada rosela dan kembang telang kering yang siap di rumah agar sewaktu-waktu ingin membuat, gampang saja. Tinggal seduh saja. 

Hal itu kulakukan karena aku kurang suka jenis minuman lain. Sementara, jika hanya mengonsumsi air putih lidahku juga kurang suka. Karena itu, aku lebih menyukai jamu seperti beras kencur, kunyit asam, dan aneka teh herbal lain. Kalau di tepi jalan atau di mana pun kulihat ada pohon pucuk merah, tidak jarang aku juga mengambil barang segenggam dua genggam. Pupus daun pucuk merah pun bisa dimanfaatkan sebagai teh yang memiliki berbagai khasiat.

Daun pegagan pun tidak luput dari keusilanku. Jika sudah agak banyak daun pegagan pada dua pot yang kumiliki, selalu kuambil sebagai lalapan. Konon, khasiat daun ini sebagai penambah stamina. Cukup diambil, dicuci bersih, dan langsung dimakan. Ilmu ini kuperoleh dari pembimbing tesisku beberapa saat silam. Seorang ibu sepuh yang masih sehat dan eksis, dengan pengetahuan luas tentang tanaman obat.

***  

"Mas, aku dapat undangan ikut pelatihan dua hari di Batu lusa ini," kataku kepada Mas Dika sepulang dari kantor.

"Menginap di mana?" selidiknya.

"Belum jelas. Jika tidak terlalu capek, mending aku pulang saja."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline