Lihat ke Halaman Asli

Ninik Sirtufi Rahayu

Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku solo 29 judul, antologi berbagai genre 171 judul.

Yati Gembrot

Diperbarui: 28 Mei 2024   15:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Yati Gembrot
Ni Ayu

Namaku Yatini. Orang biasa memanggilku Yati jauh sebelum nama Yati Pesek terkenal di dunia hiburan. Akan tetapi, teman sebaya atau yang umurnya di bawahku malah suka memanggilku Yati Gembrot.


Di  desaku, bahkan di daerahku sudah terbiasa dengan panggilan Yu di depan perempuan, dan Kang di depan nama lelaki. Jadi, ada teman bernama Sriatim, dipanggil Yu Sri atau Yu Atim. Kalau teman lelaki bernama Suryani, biasa disapa Kang Sur atau Kang Yani. Akan tetapi, tidak seorang pun memanggilku dengan sapaan Yu. Semuanya menggunakan wadanan, kata julukan Yati Gembrot itu.


 Orang tuaku hanya buruh tani. Ayah dan ibu bekerja di sawah jika musim tanam dan musim panen. Sedang jika tidak sedang di sawah, orang tuaku sering mencari daun jati dan daun pisang untuk dijual. Daun jati dijual pada pedagang daging karena daun itu bagus untuk membungkus daging. Saat itu belum ada plastik seperti sekarang. Sedang daun pisang banyak yang membutuhkan. Pedagang makanan kecil seperti lopis, grontol jagung, apalagi pepesan, bothok, dan lontong pasti membutuhkan daun pisang. Karena itu, orang tuaku berburu daun pisang hingga jauh di kebun pisang lereng bukit untuk memperolehnya. Untunglah tidak banyak orang yang mau mencari dan berdagang daun seperti orang tuaku. Jadi, jasanya selalu dinantikan oleh pelanggannya.


Aku anak semata wayang. Tubuhku gempal dan cenderung melebar, alias gemuk. Sebagai olok-olok, teman-teman menjuluki aku gembrot. Oleh karena itu, aku sering diolok dengan sebutan Gembrot. Lengkapnya Yati Gembrot karena ukuran tubuhku memang lebih bulat dibandingkan anak seusiaku. Gembrot itu selain nama masakan sejenis pepesan daun simbukan, juga akronim dari gemuk, gempal, dan njebrot kata mereka. Njebrot itu istilah bahasa Jawa  yang bermakna ukuran tidak berbentuk atau bentuknya tidak karu-karuan. Asimetris dan cenderung jelek sekali. Tidak sedap dipandang netralah intinya.


Pakai kulot naik jerapah
Yati Gembrot badan segajah

Itulah olok-olok yang sering dikumandangkan oleh teman-teman sebayaku setiap hari di mana pun dan kapan pun mereka melihatku hadir. Coba bayangkan, betapa sedihnya 'kan?


Begitulah. Semula aku sedih dan tidak mau bergabung dengan teman sebayaku. Aku tidak mau mendengar olokan mereka ketika menyebut namaku. Padahal, nama itu pemberian orang tua yang harus kusimpan dan kuhargai. Jika orang lain tidak menghargainya, tentulah aku sedih sekali. Sering air mataku mengalir dengan sendirinya karena sebenarnya aku juga tidak mau memiliki tubuh yang tumbuh meraksasa seperti ini.


Saat itu aku masih duduk di kelas lima sekolah dasar. Oh, iya sering ibuku dipanggil oleh Bu Lurah untuk membantu-bantu di dapur. Kata orang masakan ibuku sangat enak. Tangan ibuku cocok untuk memasak berbagai masakan. Maka, jika Bu Lurah punya acara besar, pasti ibuku menjadi orang kepercayaannya di dapur.


Nah, aku juga sering membantu ibuku paling tidak untuk kupas-kupas, dan memarut kelapa. Saat itu juga belum ada mesin untuk memarut kelapa seperti sekarang ini. Maka semua dikerjakan secara manual.


Bu Lurah mempunya tiga orang anak, semuanya lelaki. Anak bungsunya tepat satu tahun di atasku. Sebagai orang berada, ketiga anaknya itu mendapatkan fasilitas dengan baik, termasuk buku dan alat-alat pelajaran lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline