Ada Cerita Lain
Malam itu mereka berdua tidak bisa memicingkan mata. Nadya sangat bingung. Jika diingat betapa suami telah berselingkuh dengan kemenakan sendiri, ingin rasanya Nadya membalas dengan hal yang sama. Apalagi ada kesempatan di depan mata. Namun, ia masih sadar sesadar-sadarnya bahwa itu bukan merupakan solusi bijak.
Apalagi sudah sekian lama suami tidak menafkahi secara batin dan baru diketahui tiga bulan lalu kalau suami telah berselingkuh. Sejak hal itu diketahui, Nadya sudah tidak berselera lagi melayani kebutuhan suami. Apalagi dia sendiri yang meminta agar suami melayani kebutuhan dan nafkah batin Vivi yang sedang mengandung itu. Pikirnya, jika Vivi mendapat perlakuan ekstra, dia tidak merasa ketakutan saat melahirkan nanti.
Detik ini ia harus seranjang dengan Pambudi. Sementara Pambudi pun tidak bisa memejamkan netra. Dilihatnya Nadya yang gelisah. Maka, dipeluklah Nadya dan dibisikkan kata-kata yang menghibur dan memotivasi agar Nadya tetap tabah, sabar, dan kuat.
Pambudi yang tidak terbiasa tidur seranjang dengan perempuan mana pun, sejatinya cukup grogi juga. Namun, manakala dilihat kegelisahan Nadya, dicoba untuk melakukan pijat refleksi agar Nadya merasa tenang dan nyaman. Untunglah dia sedikit banyak menguasai akupunktur dan akupressur.
Dipijitnya dengan lembut mulai dari jari-jemari tangan Nadya, lalu ke kaki.
"Mas, ahh ... sakit banget!" teriaknya tatkala titik-titik tertentu dipijit.
"Aku nggak tahan kesakitan, Mas!" keluhnya.
"Ok. Siap kucari titik nyaman saja, ya!" lanjut Pambudi.
"Jika nggak sakit aku mau dipijit. Jika sakit, nggak mau! Sakitnya terasa sampai ubun-ubun, tau, Mas!" dalihnya.
Akhirnya Pambudi berhasil membuat nyaman. Dia tidak menyentuh titik yang menyakiti, tetapi memijit agar lemas saja otot kaku di seputaran betis. Dilumuri dengan minyak balur yang disiapkan hingga Nadya merasa hangat menjalari kaki. Aroma terapi minyak tersebut membuat syaraf tegang semakin tenang.