Lihat ke Halaman Asli

Ninik Sirtufi Rahayu

belajar mengingat dan menulis apa yang diingat

Damar Derana (Part 7)

Diperbarui: 18 Mei 2024   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Hati siapa yang tidak terpikat oleh pemandangan indah itu? Prasojo pun tidak kuasa menahan diri untuk tetap mempertahankan posisi sebagai ayah angkat. Ia hanyalah lelaki biasa, bukan malaikat. Pria normal dan tentulah memiliki keinginan sebagaimana makhluk pada umumnya. Hati siapa tidak kan terpesona melihat pemandangan memukau di hadapannya?


Bukankah jika dua makhluk berlawanan jenis berada di suatu ruangan sama, pasti akan tergoda oleh nafsu manusiawi? Kalau tidak salah satu, mungkin justru kedua-duanya. Tersekap dalam ruang yang sama, dengan seluruh rasa luar biasa. Siapa mampu menahan gejolak rasa?


Entah bagaimana awal mulanya. Dalam hitungan menit, dosa pun menyeret mereka ke pintu neraka. Berawal dengan candaan manis saja, tetapi pasti kian menghanyutkan. Ya, memang permainan manis. Bukan hanya manis kala disesap, melainkan juga lembut menggoda iman. Satu kali, dua kali, hingga pertahanan keduanya runtuh seruntuh-runtuhnya. Bukankah ini tujuan iblis menggoda manusia? Nasihat waspada yang selalu didengungkan oleh para leluhur, tentu tak mampu didengar dalam suasana tergoda.


Akhirnya, bunga yang sedang mekar dengan indah itu, kini telah menikmati perilaku lebah sang penyerbuk. Sang lebah berdengung menggelepar mengitari mahkota hingga menyerap sari madu termanis yang dihasilkan. Mau bagaimana lagi? Kalau sudah terjadi, nasi pun menjadi bubur! 

Begitu tentu saja dalih mereka, bukan? Pasti ujung-ujungnya, "Ya, sudahlah ... biarlah mengalir sebagaimana takdir berlaku!"

Bisakah begitu? 

*** 


"Aneh," pikir Prasojo, "Mengapa dia tidak menolak sama sekali?" tanyanya di dalam hati.


Ternyata jawabannya sangat tidak diduga. Ya, Prastowo mengingat saat itu. Dengan maksud agar tidak merasa sendirian, mereka membawa Vivi tidur sekamar dengan ranjang berbeda karena kamar mereka cukup luas. Tetapi siapa sangka kalau ternyata putri kecilnya itu melihat dan menginginkan hal yang sama?


Hal yang tak pernah terlintas di pikiran Prasojo. Bahkan, sempat terpikir jika putrinya mengidap suatu kelainan. Sempat ketakutan jangan-jangan begitu mudahnya dia ditaklukkan pria. Bagaimana dengan tugasnya menjaga dan menjagainya?


"Ah, ... bukankah justru aku yang menggugurkan dan menggagalkan masa depannya? Hmm ... ayah angkat macam apa aku ini?" rutuknya dalam hati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline