Pada Penerbangan Perdana
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Sore itu gerimis rinai masih juga turun. Udara sejuk merasuki teras yang dihiasi beberapa pot gantung dengan anggrek warna-warni. Lisna sedang membaca sebuah novel sambil menikmati segelas teh dan pisang goreng hangat buatan ibu. Kue favorit keluarga itu selalu menjadi primadona. Apalagi di malam Minggu seperti itu.
Tak lama kemudian, sebuah mobil Jazz silver metalik memasuki halaman rumah. Lisna segera beranjak untuk membawakan dua buah payung menyongsong kedatangan Bagas kekasihnya.
"Hai, Mbak!" seru Risma muncul dari pintu depan mobil tunangannya.
Lisna terkesiap melihat sang adik turun dari mobil kekasihnya. Mereka berdua? Dari mana? Akan tetapi, segera ditepis pikiran buruk itu dan tetap diserahkan sebuah payung untuk Bagas sang kekasih.
"Biar Risma saja duluan!" ujar Bagas memberikan kesempatan agar Risma mendapat prioritas. Lisna pun menyerahkan payungnya kepada Risma.
"Terima kasih, ya Mbak!" ujarnya manja. Lisna hanya tersenyum tipis.
Tiba-tiba gawai Bagas berdering. Ibu meminta segera pulang karena penyakit ayah kambuh. Karena itu, ketika Lisna menyerahkan payung, Bagas mengatakan bahwa dia harus segera pulang. Dia tidak singgah ke rumah dan berjanji besok pagi akan datang kembali. Lisna tidak bisa mencegah, padahal besok pagi ia harus menghadiri acara pernikahan salah seorang teman di luar kota.
***
Hatinya bulat. Dia harus meninggalkan rumah dan ibu secepatnya. Tidak bisa lagi ditangguhkan. Sebelum hari itu terjadi, dia sudah harus pergi. Itulah tekadnya.