Cintaku di Kampus Itu
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu
Sudah hampir satu semester aku belajar bersamanya. Sedikit demi sedikit aku semakin memahami teori yang diajarkan pada dua mata kuliah yang kuanggap tersulit itu. Aku bisa memahami penjelasan Kak Sun dengan lebih baik dibandingkan dengan penjelasan kedua dosenku.
Saat mengikuti tentamen pertama hingga ketiga, aku selalu bisa menaklukkan soal yang disajikan dosenku. Sayang, nilainya tidak ditunjukkan secara transparan.
Awal semester berikutnya, saat kulihat transkripku, nilaiku luar biasa. Teman-temanku sangat heran melihat kemajuan yang kualami.
"Wuahh, ... selamat, ya Nin! Kamu memperoleh peringkat bagus pada semester dua ini!" ucap teman baikku saat melihat transkripku.
Tepat di samping gedung D tempat kami mengambil transkrip itu, aku melihat sekelebat Kak Sun bersama beberapa temannya. Mungkin dia tidak melihatku. Aku pun tidak berniat bertemu dengannya.
Aku dan salah satu teman wanitaku bergegas meninggalkan gedung itu. Kami ingin ke kantin sebab tiba-tiba saja perutku melilit minta diisi. Kebetulan temanku pun merasakan yang sama. Kami memilih tempat duduk agak di depan, di bawah payung raksasa sambil menunggu pesanan 'kolak kacang ijo' menu favorit kesukaan kami.
"Loh, kita ketemu di sini, Dik!" ujar Kak Sun dengan ceria. Kami tersipu malu di hadapan teman-teman seangkatan Kak Sun. Kak Sun langsung menuju kasir untuk memesan makanan dan minuman yang mereka butuhkan setelah menanyakannya kepada masing-masing temannya.
"Oho ho ho ... pertemuan jodoh!" seru salah seorang teman lelakinya.
"Huss ... akan di kemanakan si Umi, kalau Sun dengan salah satu adik kita ini?" kata salah seorang temannya agak berbisik, tetapi cukup jelas di telingaku.