Lihat ke Halaman Asli

Ninik Sirtufi Rahayu

Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku tunggal 29 judul, antologi berbagai genre 169 judul.

Belajar dari Semut

Diperbarui: 11 April 2024   15:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belajar dari Semut 

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Masih terngiang penggalan lagu anak, "Banyak semut di rumahku ... gara-gara aku malas bersih-bersih ..."  Penggalan lagu yang benar-benar menyindir. Betapa tidak! Semut dengan berbagai jenis, warna, dan ukuran nebeng tinggal di rumah kami gratis! Ada  sekitar tujuh jenis semut mulai yang kecil hingga yang sebesar ngangrang. Sayang, penulis tak begitu paham penamaan masing-masing spesies. Hehe ... belum berkenalan dengan keluarga si semut, sih!

Ada semut begitu kecil yang jika merambat di kulit kita tidak merasakan kehadirannya. Tahu-tahu sampai di lipatan kulit persendian menggigit. Kaget dan cukup menyakitkan! Ada pula semut mirip ngangrang dengan ukuran badan kecil, transparan, dan begitu lincah. Semut ini beredar di sekitar pepohonan, bahkan memenuhi ruang kosong engsel pintu mobil.

Suatu saat, tengah malam saat enak-enaknya nonton TV, di bawah TV ada semacam pasir berjatuhan. Eh, ... ternyata di sela-sela bufet tempat TV itu tersembunyi sarang kawanan semut bersayap berukuran agak besar. Waduh! Malam indah menjadi kacau karena harus segera 'membereskan' sarang itu. Ratusan semut pun terkena semprotan Baygon!

Heran, mengapa mereka begitu banyak, padahal menaburkan kapur semut pun hampir setiap hari kami lakukan. Rasanya semut-semut itu telah meneror rumah kami. Di tiap sudut aman, tiba-tiba saja ada kotoran semut itu. Termasuk di sela-sela jok kursi mobil. Aduhai!  Sampai-sampai keluarga kami menamai 'stasiun semut' sebagaimana nama stasiun kereta api di Surabaya. Ahahaha .... Bahkan, jika anak-anak dari tempat stay  masing-masing menelepon, pasti menanyakan tentang semut ini!

Daripada stres tinggal di rumah bersama semut akhirnya kami 'menikmatinya'. Bagaimanapun mereka juga berhak hidup. Kami berpikir, pasti di sela keburukan ada pula kebaikannya. Lalu kami memikirkan bagaimana adat istiadat semut dalam hidup karena penasaran mendengar kata bijak dari seseorang yang menghibur kami saat berkeluh kesah tentang semut itu, "Hai pemalas, datanglah kepada semut dan jadilah bijak!" Wah, ....

Beberapa hal penting penulis catat mengenai kebaikan semut ini, di antaranya adalah ramah, rajin, dan rukun. Tiga hal yang perlu kita terapkan sebagai prinsip hidup. Ya, masakan kita kalah dengan semut?

Sekilas, jika para semut bertemu, mereka saling memedulikan satu dengan yang lain. Begitu ramah, seolah-olah saling menyapa dan bersalaman antarsesama semut. Meski mungkin secara ilmiah sedang menularkan 'bau' makanan untuk diikuti. Selanjutnya, sesudah bersalaman antarsesama semut berbaris dengan rapi mengikuti yang berada di depannya dengan jalur tertentu. 

Seolah tak kenal lelah untuk mencari sesuatu yang dapat dibawa pulang ke sarang. Remah-remah apa pun termasuk bangkai semut yang berukuran lebih besar daripada tubuhnya sendiri. Mereka bergotong-royong, berbondong-bondong, dan beriring-iringan menuju liang di tempat tertentu. Benar-benar work a holic yang perlu dicontoh!

Saat menjadi pelajar dan mahasiswa kita pasti mengingat pepatah: "Rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya". Nah, semut begitu rajin bekerja mempersiapkan dan menimbun bekal makanan mereka sebelum musim hujan tiba. Makanan yang mereka peroleh ditumpuk dalam gudang sebagai lumbung pangan musim hujan agar tidak kelaparan ataupun kurang gizi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline