Lihat ke Halaman Asli

Ninik Sirtufi Rahayu

Penulis novel: Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll.

Dua Makna Mudik

Diperbarui: 8 April 2024   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dua Makna Mudik

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

 

 

            Liburan Lebaran adalah moment istimewa karena hampir seluruh keluarga mendapat kesempatan libur secara bersama-sama sehingga hampir seluruh keluarga dapat berkumpul. Karena itu, libur bareng yang jarang terjadi seperti ini biasanya dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai ajang reuni keluarga. Bersilaturahmi antarsaudara, saling sambang satu dengan yang lain sungguh merupakan kesempatan emas yang cukup langka. Kesempatan seperti ini layak diabadikan dengan berbagai acara keluarga. Misalnya, berziarah ke makam leluhur hingga berekreasi bersama ke tempat wisata. 

            Bagi para urban ataupun pendatang, musim libur lebaran begini juga menjadi peluang manis untuk mudik. Selama hampir setahun berjuang di rantau orang dengan pekerjaan bertumpuk dan aneka masalah bertubi-tubi, mudik menjadi sarana pas untuk refreshing, keluar sejenak dari kesibukan dan rutinitas yang menyiksa dan menyesakkan. Apalagi, selama berkutat dalam pekerjaan tersebut biasanya jarang bisa berkumpul, bercanda, dan selalu bersama-sama seharian dengan suami, isteri, anak, bahkan kakek-nenek ataupun para cucu. Nah, ... tak mengherankan jika acara mudik senantiasa ditunggu-tunggu oleh kerabat dan sanak keluarga sebagai kesempatan manis untuk berbagi kasih dan keceriaan. Mudik memang asyik!

Yang lebih muda biasanya beranjangsana ke rumah sanak keluarga yang lebih tua. Mungkin masih ada yang mengikuti adat sungkeman, saling bermaafan, atau sekadar bertatap muka sejenak melepas rasa kangen yang membuncah di dalam dada.

Mudik yang berarti 'pulang kampung' atau pulang kembali ke tempat asal ini dilakukan dengan berbagai cara. Bagi mereka yang tergolong 'keluarga berada' mudik dilakukan dengan mengendarai mobil pribadi. Mereka yang pas-pasan mudik dilakukan dengan bersepeda motor ria. Atau memanfaatkan angkutan umum meskipun tarif angkutan lebaran mengikuti tuslag tertentu dengan harga melejit. Tak apa, demi pertemuan dengan anggota keluarga, tiket mahal pun para pemudik ini tak menghiraukannya.

Bahkan, jika kita saksikan lewat  pantauan reporter televisi yang setiap jeda tertentu selalu ditayangkan, betapa sulitnya mudik dengan antrean panjang kemacetan lalu lintas, tak menyurutkan keinginan mudik mereka. Mudik yang identik dengan penumpang membludak ini benar-benar acara sakral sosial yang sangat manusiawi.

Menjelang mudik, jauh-jauh hari sebelumnya, calon pemudik sudah mempersiapkan segala sesuatu yang hendak dibawa atau yang diperlukan dalam perjalanan. Misalnya, bekal berupa dana mentah atau barang-barang bawaan lain. Berapa stel baju, obat-obatan, dan lain-lain tak boleh ketinggalan.

Paling tidak sehari sebelumnya sudah harus packing dan dicermati jangan sampai ada sesuatu yang kurang ataupun tertinggal. Jika mempergunakan kendaraan pribadi, jauh-jauh hari kendaraan pun harus sudah dalam keadaan ready. Cukup ribet dan menyita waktu serta tenaga, tetapi akan terbayar oleh kegembiraan dan kebahagiaan yang tercipta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline