Lihat ke Halaman Asli

Ninik Sirtufi Rahayu

Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Makna di Balik Sebuah Tanya

Diperbarui: 8 April 2024   02:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Makna di Balik Sebuah Tanya 

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

 

 "Tak kenal maka tak sayang."

Berangkat dari pepatah ini, penulis memasuki kelas baru di bimbingan belajar tempat bertugas sore hari. Dengan minta maaf dan tanpa bermaksud pamer atau sombong, penulis memperkenalkan diri sebagai ibu dari tiga anak lelaki. Penulis tak bosan-bosan bersyukur ke hadirat-Nya atas keberhasilan mereka. Sulung karyawan bank ternama yang dikuliahkan beasiswa ke mancanegara, kedua akuntan di ibukota negara yang dipekerjakan di negeri jiran, dan bungsu sebagai dokter pun berkesempatan dikuliahkan berbeasiswa ke mancanegara.

Penulis memotivasi para siswa: jika anak-anak penulis berhasil, tentu para siswa pun bisa berhasil. Syaratnya, tri-T, yakni tlaten, tliti, dan tekun dalam belajar dan berlatih materi atau soal yang disajikan Bapak/Ibu guru, baik di sekolah maupun di bimbingan belajar.

Tiba-tiba, salah seorang siswa 'nyeletuk', "Suaminya berapa, Bu?"  

Terus terang, penulis kaget. Waow... pertanyaan 'luar biasa'! Para siswa menanggapi dengan berbagai reaksi. Kelas gaduh. Ada yang berteriak; ada pula yang tertawa ngakak. Mungkin, mereka menganggap pertanyaan konyol itu lucu!

Rileks penulis jawab, "Nak, Ibu kan hanya seorang guru, bukan artis. Berapa sih, gaji guru yang 'pahlawan tanpa tanda jasa' ini? Apakah dua puluh lima juta sebagaimana gaji anggota DPR? Tak sebanyak itu, kan ... Nak? Bahkan, Ibu pun masih harus mengajar sore hari agar dapat membiayai kuliah anak-anak! Jam tidur siang  Ibu korbankan dan selama bertahun-tahun selalu Ibu gunakan untuk mengais rezeki di tempat ini. Jadi, ... tentu suami ibu 'hanya satu'!"

Mendengar jawaban merendah, lemah lembut dibarengi senyum, canda, gaya jenaka, dan 'tekanan' pada kata tertentu ini rupanya berhasil membuat mereka terhenyak.

Kelas pun sepi mendadak! Suatu shock terapy yang jelita, kan? Andai penulis (guru) marah, apalagi menghukum secara badaniah, jelas tak bijak. Ujung-ujungnya, bisa jadi, guru juga yang dimejahijaukan, to? Mending langsung menohok di ulu hati secara psikis seperti ini. Lebih edukatif dan efektif! 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline