Lihat ke Halaman Asli

Ninik Sirtufi Rahayu

Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Sajian Es Tomat dalam Nampan Hidup Kita

Diperbarui: 3 April 2024   00:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

SAJIAN  ES  TOMAT  DALAM  NAMPAN  HIDUP  KITA

Ninik Sirtufi Rahayu 

Izinkan mendaur ulang artikel yang pernah tayang di salah sebuah koran lokal 14 tahun silam, sepertinya masih sangat rekevan saat ini. 

"Es lilin ... kelapa muda ...," ini adalah sepenggal dari lagu Sunda yang terkenal itu. Artinya apa? Bahwa es lilin sebagai minuman segar sudah tak asing lagi di telinga dan lidah kita. Bahkan, di beberapa restoran terkenal ada menyajikan menu khas es tertentu yang begitu spesial. Misalnya, pada Pangsit Mie Bromo Pojok ada menu es fantastis dengan es menggunung di mangkuk yang dihiasi permen warna-warni. Sungguh  menggugah selera. Pada Resto Ringin Asri ada sajian es gandhul tali merang, dan sebagainya. Dengan sajian istimewa yang khas tersebut diharapkan para wisatawan kuliner akan termanjakan dan kembali lagi menikmati sajian lezat tersebut di tempat yang sama.

Yang tak kalah menarik adalah es tomat. Selain bernilai gizi tinggi, es tomat ini dapat menjadi semboyan dan slogan dalam pergaulan bangsa kita. Betapa tidak! Segala kebaikan 'tomat' ada di dalamnya! Dari kandungan vitamin C dosis tinggi yang berkhasiat terutama sebagai antioksidan dan penangkal radikal bebas dalam kesehatan, hingga manfaatnya dalam bidang kosmetik!

Selain bermakna lugas, es tomat dapat pula diartikan sebagai kiasan. Es tomat ini sangat istimewa karena merupakan 'akronim' dari beberapa kata, yakni S (salam, sapa, senyum secara sopan), to (tolong), ma (maaf), dan t (terima kasih). Ya ...  es tomat  jembatan keledai yang harus kita sajikan kepada saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air, bahkan kepada para wisatawan mancanegara yang melancong dan menyumbang devisa terhadap kas negara kita.

Bangsa Indonesia sejak dahulu terkenal sebagai bangsa yang ramah tamah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia memiliki senyum paling banyak (smilling people). Akan tetapi, keadaan yang positif tersebut semakin pudar. Seiring dengan kemajuan teknologi dan globalisasi, budaya tersebut justru semakin luntur. Jika  tidak bersegera diperbaiki, bisa jadi generasi yang sekarang ini ke depan menjadi generasi yang egois, kurang ber-empati, dan cenderung bersifat/bersikap individualistis.

Taruhlan Anda sedang naik angkot (mikrolet)! Pada umumnya penumpang cuek bebek satu sama lain, tidak memperhatikan penumpang lain di kiri dan kanannya. Jika tidak sedang main sms dengan bergawai ria, dapat dipastikan mereka tidak akan mau menegur kita terlebih dahulu. Sekali lagi, mereka tidak akan menyapa kita terlebih dahulu meski kita lebih tua daripada mereka. Jangankan menyapa, menoleh dan tersenyum kepada kita pun, tidak! Seolah-olah keberadaan kita tidak diperhitungkan! Atau mereka kah yang bagai robot tanpa nyawa? Hal ini sungguh memprihatinkan.

Berbeda dengan puluhan tahun tahun silam. Jika Anda berada di daerah Blitar ke barat misalnya, penumpang yang turun dari bus pasti akan mengajak Anda dengan berbasa-basi berbahasa Jawa, "Monggo sedoyo kula aturi pinarak...." Artinya mari semua, silakan singgah. 

Coba sekarang? "Bangkrutlah jika semua penumpang bus ikut turun dan singgah di rumah kita ....!" Begitu seloroh teman-teman jika penulis menceritakan hal ini!

Dalam rangka memperbaiki kualitas pergaulan dan tatakrama ketimuran yang menjunjung tinggi asas sopan santun, ada baiknya kita memperhatikan sajian "es tomat" yang lezat dan penuh manfaat ini! Kita manfaatkan dan menerapkan slogan akronim "es tomat"  ini dalam pergaulan sehari-hari secara interpersonal. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline