Sepotong cinta jatuh ke tanah, rindu menyurut
burung gereja mematuk-matuk dengan angkuhnya
satu demi satu menyelip di sela rahim,
terbang di pucuk sembilu bersama musim.
Meskipun ia tahu itu musim kelak berganti
tak bakal tiba hari-hari lembut itu melantumkan soneta
hari terlalu naif berharap malam kemarau mendingin
di atas punggung, matahari melumpuhkan rindu.
Terpana lalu mengendap, mengabur dalam hikayat
ketika diam-diam waktu terjaring di ujung jalan kecil
rindu itu mencengkram sukma lalu terjerat dalam nadi
membawa kaki telanjang menuju rumpun imaji.
Sepotong cinta jatuh ke tanah, rindu pun melandai
burung gereja memagut-magut dengan lincahnya
satu demi satu melumat habis rasa di sela keping risih
cinta tersapu rata bersama tanah,
dia hanya bisa menyimpul senyum
mengemasnya dalam tetesan rinai.
NK/30/08/2020
@SangiheBanuaku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H