Lihat ke Halaman Asli

Ninik Karalo

Pendidik berhati mulia

Ketika Meganta Ikhlas

Diperbarui: 16 Juli 2020   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

hdqwalls.com


Dalam diam ombak berkata
ada serbuk harta meruah di dalamku
Dalam hening deretan bukit berkilah
ada deru kekayaan berderak dalam rerimbunku

Dalam senyap perempuan-perempuan perkasa bergaduh
ada derak memesona dalam misteriku
Dalam sepi para cendekia berseru
ada berlapis intan kecerdasan bertaut
yang tiada banding dalam kiatku  

Dalam asumsi para sesepuh
ada hikayat berkibang-kibut
yang terus mengguar
Dalam nyanyian bukit
nyanyian pantai

Lalu mataku terbelalak
mengapa sukma kesumat?
Adakah cara semesta membahagiakan alam?
dari pada harus mengurus luka
Mengapa kisruh harus terus melukis langit?

Mungkinkah meganta ikhlas
menggetarkan cakrawala
agar aksara-aksara biru menjelma
menjadi lukisan penuh sumringah?

Katakan wahai perempuan-perempuan perkasa
Aku bukan benalu yang terus melekat
pada dinding pepohonan
Aku bukan tanah tempat bertumpu
tapak kaki para lelaki
Aku bukan air terjun yang terus
menangis dalam sunyi
Akulah pejuang bumi dan surga
untuk malaikat-malaikat kecil

Biarkan kalimah sakti
itu mendesis
bak hembusan angin
yang ikhlas
menyentuh raga
mengulik rasa
tanpa gamang

#NK/16/07/2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline