Dalam diam ombak berkata
ada serbuk harta meruah di dalamku
Dalam hening deretan bukit berkilah
ada deru kekayaan berderak dalam rerimbunku
Dalam senyap perempuan-perempuan perkasa bergaduh
ada derak memesona dalam misteriku
Dalam sepi para cendekia berseru
ada berlapis intan kecerdasan bertaut
yang tiada banding dalam kiatku
Dalam asumsi para sesepuh
ada hikayat berkibang-kibut
yang terus mengguar
Dalam nyanyian bukit
nyanyian pantai
Lalu mataku terbelalak
mengapa sukma kesumat?
Adakah cara semesta membahagiakan alam?
dari pada harus mengurus luka
Mengapa kisruh harus terus melukis langit?
Mungkinkah meganta ikhlas
menggetarkan cakrawala
agar aksara-aksara biru menjelma
menjadi lukisan penuh sumringah?
Katakan wahai perempuan-perempuan perkasa
Aku bukan benalu yang terus melekat
pada dinding pepohonan
Aku bukan tanah tempat bertumpu
tapak kaki para lelaki
Aku bukan air terjun yang terus
menangis dalam sunyi
Akulah pejuang bumi dan surga
untuk malaikat-malaikat kecil
Biarkan kalimah sakti
itu mendesis
bak hembusan angin
yang ikhlas
menyentuh raga
mengulik rasa
tanpa gamang
#NK/16/07/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H