Lihat ke Halaman Asli

Kenang-kenangan "Musim Banjir Isi Ulang"

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1370742640572500593

[caption id="attachment_266427" align="aligncenter" width="485" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption] Bagi warga Baleendah dan Dayeuhkolot  tahun 2012-2013 adalah tahun yang cukup berat karena musim hujan kali ini membuat sungai Citarum, Cisangkuy, Cikapundung dan beberapa sungai kecil terus-menerus meluap. Kami warga setempat menyebutnya sebagai "banjir isi ulang", bayangkan baru saja sore hari banjir surut dan warga bergegas membersihkan rumah...eh...besok subuh air sudah nongol lagi. Milyaran rupiah sudah digelontorkan pemerintah untuk pengerukan Citarum, bahkan mega proyek pengerukan senilai 1,3 T telah dimulai sejak tahun 2011 berakhir 2013 ini (sumber:detikbandung), tapi warga belum merasakan manfaat dari proyek tersebut, banjir masih terus terjadi bahkan terasa makin sering. Apakah ini juga berkaitan dengan curah hujan yang lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya? Saat ini hujan masih turun sekali-sekali membuat saya cukup deg-degan, pasalnya tempat tinggal saya biasa menjadi tempat pengungsian keluarga. Baru tadi pagi saya bereskan karena yang mengungsi sudah pada pulang, kalau banjir lagi tata letak perabot harus kembali disesuaikan. Tahun-tahun sebelumnya mereka memang sudah jadi tamu tetap saya, tapi untuk tahun ini cukup berbeda karena mereka bertamu cukup lama, walaupun sempat pulang selang beberapa hari pasti kembali lagi karena banjir telah berkunjung lagi ke rumah mereka. Sebenarnya saya tidak keberatan menerima pengungsi bahkan sangat senang bisa membantu keluarga yang tertimpa musibah, yang menjadi masalah adalah kerugian materil dan imateril yang cukup besar telah bertahun-tahun diderita oleh warga yang kebanjiran maupun tidak kebanjiran di sekitar Baleendah dan Dayeuhkolot. Saya memang tidak kebanjiran tapi daerah sekeliling banjir otomatis akses menuju tempat kegiatan cukup sulit dan memakan biaya berlipat, contohnya ongkos ke sekolah yang biasanya naik angkot Rp.1.500 saja saat banjir kita harus naik perahu dengan ongkos Rp.3000-Rp.5000 ditambah jalan kaki, atau naik delman juga tarifnya Rp.5000 sambil takut terguling karena jalannya banyak yang bolong-bolong tidak terlihat. Apalagi warga yang kebanjiran mereka juga tetap harus beraktifitas mengingat banjirnya berlangsung berbulan-bulan tidak mungkin cuti kerja atau cuti sekolah terus-menerus kan? Ditambah kerugian karena penurunan nilai aset mereka. Rumah rusak berjamur, kusennya lapuk, lingkungan menjadi kumuh. Kerugian imateril yang dimaksud adalah perasaan khawatir yang selalu saya dan pengungsi rasakan karena sebagian anggota keluarga ada yang bertahan untuk menjaga rumah. Selain itu tenaga yang dihabiskan untuk membersihkan rumah hingga puluhan kali dalam enam bulan terakhir sungguh terasa makin memberatkan. Adakah jalan keluar yang benar-benar menampakkan hasil untuk banjir Bandung Selatan?  Ayo para pakar di bidang ini tolonglah kami warga yang sudah bertahun-tahun merana, berikan ide-ide cemerlangnya.......... Pasti banyak hal yang menyebabkan banjir terus melanda tiap musim hujan, tapi sekusut apapun masalahnya pasti kalau oleh ahlinya bisa diurai satu persatu dan dan direkomendasikan penyelesaiannya   semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline