Lihat ke Halaman Asli

Menolak Gagal Paham Rencana Peningkatan Anggaran Pertahanan

Diperbarui: 15 November 2019   13:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: tempo.co


Setelah melakukan rapat kerja dengan Komisi I DPR RI Senin lalu, Menhan Prabowo sangat gigih menginginkan anggaran pertahanan Indonesia ditingkatkan. Ini lantas mengundang kritik publik terhadap keinginan tersebut.

Ada yang menanggapi keinginannya terlalu agresif, dan ada juga yang masih lebih mempertanyakan urgensi peningkatan anggaran pertahanan, ketika melihat dunia yang saat ini tidak ada lagi perang.

Secara umum ketika publik menafsirkan keinginannya dengan menganggap sangat terpaku pada traditional security (keamanan tradisional) dan bahkan dikhawatirkan akan memunculkan security dilemma di kawasan, publik yang memahami rencana tersebut malah yang lebih terjebak dalam paradigma keamanan tradisional.  

Bahkan jika dilihat dari sudut pandang negara lain pun akan memahami hal ini bukan untuk memulai perang, tetapi untuk memenuhi apa yang pernah disinggung oleh Presiden Jokowi. Yakni syarat kekuatan esensial minimum atau MEF.

Belum lagi agenda Jokowi yang ingin mencapai Global Maritime Fulcrum. Tentunya negara ini sangat membutuhkan persenjataan yang lebih untuk melindungi wilayahnya yang sangat luar biasa ini.

Dan lagi-lagi, modernisasi pertahanan membutuhkan anggaran yang lebih besar.

Kemudian, coba pahami rencana ini dengan menggunakan pendekatan "Guns and Butter". Tentu pendekatan ini akan lebih menyenangkan untuk didengar oleh para developmentalis.
 
Artinya ini akan mendukung investasi industri pertahanan dalam negeri ke depannya. Sejalan dengan keinginan Presiden Jokowi untuk membatasi impor.

Pada akhirnya, rencana ini bukan hanya untuk memperkuat kekuatan negara ini sendiri. Tetapi, sebagai tulang punggung di kawasan, Indonesia dengan peningkatan kekuatan di sektor pertahananya juga akan lebih bisa turut andil dalam menjaga stabilitas kawasan, khususnya Asia Tenggara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline