Lihat ke Halaman Asli

Ning

Writer

Belum Menikah Usia 30 Tahun? Ah B Aja kok

Diperbarui: 20 Desember 2023   21:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belum menikah sampai usia 30 tahun? Hahaha. Terus kalau mau reuni gimana? Apa nggak malu?

Ya gimana ya, masyarakat kita secara umum memang memandang menikah sebagai suatu pencapaian. Dan sedikit banyak ini bisa dipahami. Kemarin saya membaca tulisan di sebuah web (Ussui) mengenai pengalaman nikah taaruf. Menarik. Tapi terasa gloomy karena teman penulis seolah menyerah pada keadaan.

Menikah itu kan memutuskan komitmen dengan seseorang seumur hidup. Well, tentu tidak gampang bisa membuat komitmen seperti ini. Dan saya kira, tidak semua orang bisa melakukannya. Ketika kita menjajaki dunia pernikahan, kualitas diri kita pasti akan dinilai. Kemampuan inter personal kita juga memiliki peran penting. Makanya, dalam beberapa hal saya setuju kalau menikah adalah prestasi.

Tapi, karena tuntutan yang sedemikian tinggi, kini menikah seolah tak bisa dianggap prestasi lagi. Lha wong sekarang ini banyak banget orang yang menikah ala kadarnya. Ada yang menikah karena hamil duluan, dan ada juga yang menikah secara asal dengan mindset "pokoknya nikah." Banyak pula pasangan yang menikah padahal tidak siap menjadi suami / istri. Pengennya dimengeri tapi tak mau dimengerti. Misalnya yang sering saya lihat adalah fenomena laki-laki pengen punya istri cantik dan pinter masak, tapi dirinya sendiri (maaf) dari segi fisik kurang dan dari segi finansial pun pas-pasan. Hihihi. Yang seperti ini biasanya jadi suami yang bikin mumet istrinya.

Belum Menikah Usia 30 Tahun? Gimana dong?

Nah, terus.. terus bagaimana kalau sampai usia 30 tahun belum menikah? Well, saya juga sepertinya akan mengalami ini sih. Usia saya sekarang 28 tahun dan belum menikah. Kadang kalau mau reuni pun, saya juga malas karena pasti ditanya soal itu. Tekanan demi tekanan juga kerap saya alami baik di rumah sendiri ataupun ketika ngobrol dengan tetangga.

Cuma ya, saya mencoba sekuat mungkin untuk "tabah" dengan tekanan dari masyarakat ini. Kenapa? Karena saya tidak mau jatuh dalam dunia pernikahan yang tidak mengenakkan. Apalagi saya adalah perempuan.

Sebagai perempuan, ketika saya nanti menikah, saya harus siap-siap dengan berbagai macam kehilangan yaitu:

  • Kehilangan impian mengejar karir kalau suami saya melarangnya
  • Kehilangan kehidupan dengan orangtua kalau suami meminta tinggal di rumahnya
  • Kehilangan waktu santai-santai karena suami cenderung minta selalu dilayani dan tidak mau melayani
  • Kehilangan waktu tidur kalau nanti sudah punya anak
  • Kehilangan "jati diri" sebagai manusia merdeka kalau suami menganggap istri adalah bawahannya.
  • Kalau laki sih tak perlu mikir itu. Karena kehidupan mereka justru akan makin baik setelah mereka menikah. Mereka bisa "diurus" oleh si istri. Nah kalau perempuan? Buanyak sekali hal yang harus dikorbankan oleh perempuan ketika menikah. 

Sedangkan yang didapat perempuan? Kalau lakinya kaya raya, ya menang banyak. Kalau lakinya tidak kaya raya tapi bossy? Yang ada perempuan cuma dapat cap sebagai "pengabdi yang setia", istri yang baik, de es te. Kalau apes, bisa-bisa dapat laki yang suka KDRT.

Ih, saya sih males masuk dunia yang seperti itu. Rasanya lebih gampang tahan kuping dianggap sebagai perawan tua deh daripada hidup makin susah pasca pernikahan. Wakaka. Makanya, kalau ditanya kenapa sampai usia 30 tahun belum menikah, ya saya biasanya lantang mengatakan saya tidak siap jadi "pelayan suami." Kadang teman saya yang saya balas dengan jawaban itu tertawa. Karena yah... mereka tahu kok selepas mereka menikah mereka lebih banyak berkorban dibanding pasangan laki-lakinya. Hihihi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline