Judul: Sangkakala Di Langit Andalusia
Penulis: Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra
Penerbit: Republika Penerbit
Tahun Terbit: Cetakan I, Juli 2022
Tebal: 472 Halaman
ISBN: 978-623-279-143-5
“Mati dan hidup, jatuh bangunnya peradaban, kejayaan dan kehancuran dipergilirkan, sejatinya telah diatur dengan masak dan sempurna. Menjadi ujian bagi orang-orang beriman. Alhambra yang telah menjadi saksi kelamnya sejarah Islam di Andalusia, kini menjadi bukti keindahan islam yang memikat perhatian dunia.”
Perjalanan Hanum dan Rangga dalam menapaki jejak-jejak islam dan segala kejutan-kejutan di dalamnya terus berlanjut. Setelah dua buku sekuel Di Langit yang telah bertengger indah sebagai novel best seller yang mampu memuaskan kehausan akan refleksi tentang islam dan iman bagi pembacanya, hingga berhasil diadaptasi menjadi sebuah film bertema religi terbaik, maka setelah Austria, tak disangka kejutan tentang kisah kehebatan islam dan tokoh-tokoh kuat didalamnya menarik jauh kedua pasutri ini berjalan hingga ke negeri Matador, Spanyol.
Diawali dengan datangnya pesan email dari seseorang yang tidak dikenal, yang berkeinginan besar untuk bertemu dengan kedua pasutri ini. Keinginan besar itu terwujud, seseorang itu tidak hanya datang dengan tangan kosong, ia membawa harta karun yang sangat berharga. Sebuah kumpulan berkas tua yang mampu mengoncang iman bagi yang membacanya. Kisah yang sengaja dihilangkan dari tulisan-tulisan besar sejarah peradaban dunia, kisah yang sengaja dibuang jauh-jauh oleh para penguasa yang anti dengan islam, kisah yang sengaja dibakar untuk menjadi abu agar peradaban para turunannya tidak mengimani kekuatan para tokoh-tokoh hebat di dalamnya, kisah yang hilang bersama tiupan sangkakala di langit Andalusia.
Alkisah, Rammar Ibnu Baqar. Seorang pemuda yatim piatu yang memiliki kecerdasan otak diatas rata-rata orang normal, kekuatan fisik khas orang-orang suku Maghribi yang diberikan langsung oleh ayahnya yaitu Baqar seorang pengahafal Al-Quran yang tergabung dalam Tiga Bintang dari Andalusia, dan ditambah dengan mata indah yang ia peroleh langsung dari ibunya, perempuan dari suku Catalan, sungguh perpaduan genetik yang sempurna. Perjalanan panjang Rammar dalam menggaungkan nama islam di tanah kelahirannya tidaklah mudah, dibawah kekuasaan Raja dan Ratu bengis yakni Ferdinand dan Isabella, dibawah komando para pendeta gereja yang berkeinginan besar untuk membaptis massal mereka yang masih mengimani agama Muhammad SAW, dibawah ketakutan dan rasa sakit hati yang sudah ia pendam lama, dibawah bayang-bayang orang tua yang telah syahid, dibawah naungan ayat-ayat Al-Quran yang terus bersama memeluk jiwa dan raganya, dan dibawah semangat nubuat besar yang harus ia pecahkan. Langkahnya tidak pernah goyah.
Tidak ada semangat lain dari Rammar untuk terus melangkah membawa nama islam, selain para pengikut yang telah mengikrarkannya menjadi pemimpin dalam perjalanan memecahkan nubuat Mansoor. Nubuat yang menjanjikan pertolongan bagi mereka suku Magribi yang terus dipaksa meminum anggur dan menelan daging babi oleh para petinggi gereja. Nubuat yang hanya mampu dipecahkan oleh mereka, para penghafal Al-Quran yang suci hatinya, yang setiap ayatnya melebur dalam helaan nafas dan aliran darahnya. Rammar memegang panji itu, panji berisikan janji akan bantuan dari mereka yang datang dari Timur. Tak terhitung berapa banyak tetesan darah dan nyawa yang hilang saat perjalanan tersebut, dibawah teriknya matahari akhir bulan suci Ramadhan, hanya gema ucapan Rabbaka Fa Kabbir yang menjadi penghilang dahaga dan pemantik semangat mereka untuk terus berjuang menapaki bukit-bukit terjal menuju puncak Al-Gharibi. Tidak disangka, rahasia besar dari orang yang paling ia jauhi namanya sejak kematian kedua orang tuanya harus ia dengar disaat sangkalala dan hujan meteor dari meriam besar menghujani rasa takut mereka, rahasia yang selama ini hidup diantara golongan manusia yang paling dibenci Al-Quran, yakni para munafik. Maka sesaat kemudian kalimat syahadat lantang terdengar kembali dari bibir paman sepersaudaraan ayah Rammar tersebut. Dan disaat bersamaan maka pecahlah nubuat Mansoor yang telah mereka tunggu-tunggu puluhan tahun itu. Nubuat yang membawa mereka ke negeri yang hingga akhirnya menghilangkan Rammar Ibnu Baqar dan para Magribi lainnya dari tanah Andalusia untuk selama-lamanya, menghilang bersama gaungan sangkakala di langit akhir Ramadhan tahun 1500 Masehi.