Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan BKKBN Dulu dan Kini

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dulu di Indonesia, salah satu usaha untuk pengendalianbertambahnya penduduk yang telah dikemukakan oleh pengikut Malthus adalah Birth Control. Disamping itu Birth Control ini juga telah dikembangkan oleh Margareth Sanger di dalam usahanya untuk membatasi kelahiran sehingga kesehatan ibu dan anak dapat dipelihara dengan baik. Usaha membatasi kelahiran (Bith Control) sebenarnya secara individual telah banyak dilakukan di Indonesia. Pada tahun 1957 Mrs. Dorothy Brush, seorang sahabat Mrs. Margaret Sanger datang ke Indonesia untuk mengadakan peninjauan tentang kemungkinan didirikannya organisasi keluarga berencana di Indonesia. Mrs. Brush seorang anggota Field Service IPPF dan juga aktif dalam Ford Fundantion. Pada tahun 1957 didirikan perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Pada saat itu program KB masuk ke Indonesia melalui jalur urusan kesehatan (bukan urusan kependudukan). Belum ada political will dari pemerintah saat itu. program KB masih dianggap belum terlalu penting. Kegiatan penyuluhan dan pelayanan masih terbatas dilakukan karena masih ada pelarangan tentang penyebaran metode dan alat kontrasepsi. Dijelaskan bahwa pada awalnya program ini digagas oleh PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) pada tahun 1957. Saat itu PKBI yang berisikan sekumpulan dokter ahli kandungan merasa sangat prihantin dengan kondisi sarana pelayan persalinan yang terbatas dan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kehamilan yang mengakibatkan tingginya angka kematian ibu dan bayi pasca persalinan.

Kemudian pada tahun 1968 program yang diusung PKBI tersebut diadopsi oleh Pemerintah pada saat itu dengan membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN).

Begitu memasuki orde baru, program KB mulai menjadi perhatian pemerintah. Saat itu PKBI sebagai organisasi yang mengelola dan concern terhadap program KB mulai diakui sebagai badan hukum oleh departemen kehakiman. Pemerintahan orde baru yang menitikberatkan pada pembangunan ekonomi, mulai menyadari bahwa program KB sangat berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi.

Selang dua tahun kemudian, pada tahun 1970 LKBN ditingkatkan statusnya menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Kemudian resmilah program KB menjadi program pemerintah dengan ditandai pencanangan hari keluarga nasional pada tanggal 29 Juni 1970. Pada tanggal tersebut pemerintah mulai memperkuat dan memperluas program KB ke seluruh Indonesia. Para penyuluh KB senior bahwa pada awal pelaksanaan program KB (di tahun 70-an), mereka banyak mendapat tentangan dari berbagai lapisan masyarakat. Kemudian keberadaan BKKBN terus diperluas ke provinsi luar Jawa Bali Tahap I (LJB I) pada tahun 1974 dan sampai ke Kalimantan Tengah pada tahapan LJB II pada tahun 1978. Menurut Suyono, lonjakan jumlah penduduk yang terus meningkat pascapenerapan otonomi daerah setelah reformasi ini diakibatkan tidak adanya lagi pola kepemimpinan yang bersifat sentralistik. Pada zaman Orde Baru, program Keluarga Berencana (KB) dijadikan sebagai alat ukur kesuksesan kepala daerah dalam membangun desanya, dengan menekan tingkat rasio kependudukan. "Ketika Pak Harto semua berjalan karena sentralisasi, sistem komando ketat. Bahkan KB itu adalah sebagai alat ukur apakah bupati itu sukses atau tidak," kata Suyono saat ditemui di salah satu acara BKKBN di rumah dinas Bupati Lampung tengah, di Jalan Raya Lintas Sumatra, Gunung Sugih, Lampung Tengah, Jumat  (21/10). Setelah Presiden Soeharto jatuh dari kursi kekuasaannya, menurutnya ada dua hal yang membuat bangsa Indonesia itu menjadi bangsa yang aneh, yang salah mengartikan makna dari reformasi itu sendiri. Yang pertama menurutnya, dalam reformasi 1998 itu apapun yang dilakukan rezim dahulu itu semua ditinggalkan. Padahal tidak semua program pemerintahan yang diterapkan di era Orde Baru itu buruk. "Kedua, masalah otonomi. Kita (Pemerintah Pusat) sudah tidak bisa memerintahkan ke tingkat bawah. Itu dibutuhkan leader yang kuat di tingkat provinsi untuk menerapkan program KB tersebut," tuturnya. Lebih lanjut Suyono menjelaskan bahwa dengan adanya penerapan otonomi daerah, banyak Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) yang berkurang. Ini disebabkan banyak yang pindah ke tempat lain dan mutasi yang dilakukan oleh pimpinan daerah terhadap pimpinan dinas itu sangat tinggi. "Ditambah belum semua Bupati memilik perhatian terhadap program KB. Ada juga daerah yang merasa daerahya luas malah ingin tambah penduduk," paparnya. Suyono mengatakan, setelah otonomi ini bangsa kita mengalami kemunduran dalam berbagai aspek, terutama aspek pencanangan program berencana yang belum didukung oleh beberapa daerah di Indonesia. Namun, pada saat ini BKKBN pusat cukup serius untuk menerapkan keberhasilan KB pada era orde baru dengan meningkatkan anggaran dan kerjasama dilintas sektor. Dengan itulah, jumlah 237 juta jiwa masyarakat Indonesia yang saat ini ada, dapat dikurangi dan dipertahankan seiring dengan keseimbangan antara tingkat rasio kelahiran dengan rasio tingkat kematian. (MEL) Kemudian setelah sekian lama, pada tahun 2010 pasca terbitnya UU 52 tahun 2009, terjadi perubahan nomenklatur BKKBN menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.

Dinamisnya perkembangan kelembagaan ini juga diikuti dengan perubahanan pada visi dan misi yang diembannya, sesuai dengan kebutuhan di eranya masing-masing. Bila pada awalnya BKKBN yang kala itu lebih fokus pada upaya pengendalian kuantitas penduduk menggagas semboyan “Dua Anak Cukup, Laki-laki/Perempuan Sama Saja”, kemudian secara bertahap pembangunan kualitas keluarga juga mulai digagas dengan menambahkan semboyan baru melalui perwujudan “Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”.

“Di era pasca reformasi visi/misi baru coba digagas, yakni “Mewujudkan Keluarga Berkualitas dan Penduduk Tumbuh Seimbang pada Tahun 2015”. Seterusnya kini, dalam upaya menjawab tantangan yang semakin berat, khususnya dampak dari desentralisasi program KKBPK di daerah pasca reformasi, BKKBN kembali menggusung visi/misi baru yakni, “Menjadi Lembaga yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Penduduk tumbuh Seimbang” kata Kusnadi.

Kemudian di masa pemerintahan sekarang dugaan sementara ada tiga kementerian dengan nama baru, yakni salah satunya adalah Kementerian Kependudukan yang isinya adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi menjadi tantangan Indonesia ke depan. Program Keluarga Berencana (KB) yang pernah digulirkan di masa Orde Baru cukup efektif meski mendapat catatan. Tapi, untuk menghadapi tantangan ke depan, pemerintah harus mampu memperbaiki keefektifan program itu. Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia Sony Harry Harmadi mengatakan, guna mencegah ledakan pertumbuhan penduduk, pemerintahan mendatang perlu melakukan perbaikan strategi program KB. "Perbaikan strategi KB itu dimulai dari mengubah paradigma kesehatan jadi paradigma keluarga," katanya di Jakarta, Senin (6/10). Menurutnya, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 320 juta jiwa pada 2025. "Program KB yang telah diterapkan sejak era Orde Baru cukup baik dalam menekan pertumbuhan penduduk. Namun, penerapan program KB untuk masa pendatang tidak efektif lagi dengan paradigma kesehatan," dia memaparkan. Dia menjelaskan, program KB pada masa mendatang tidak bisa lagi memaksa. Yang dapat dilakukan adalah menanamkan nilai-nilai pada masyarakat tentang makna membangun keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. "Paradigma kesehatan dalam program KB saat ini tidak tepat, tapi agar diperbaiki dengan menggunakan paradigma keluarga," kata Sony. Dia juga menyarankan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dilebur ke dalam Kementerian Kependudukan, yang harus membangun program KB didasarkan pada kebutuhan masyarakat. Guna memperbaiki paradigma pada program KB itu, saran Sony, harus ada sinergi kebijakan antarkementerian di pemerintahan mendatang. "Tidak boleh ada kebijakan yang bertentangan. Misalnya Jaminan Persalinan (Jampersal) bisa diberikan kepada peserta KB untuk kelahiran anak pertama dan kedua saja," katanya.

Dengan melonjaknya penduduk di Indonesia, menurut saya pantas di adakannya kementrian kependudukan ini supaya lebih fokus dan mendalam menangani masalah-masalah kependudukan. Masalah kependudukan adalah masalah yang serius, karena syarat pembangunan negara salah satunya adalah sumber daya manusia. Jika diadakannya kementrian kependudukan dipemerintahan sekarang ini masalah tentang kependudukan akan lebih cepat teratasi, dengan cara dibentuknya badan-badan kependudukandisetiap daerah di Indonesia. Sehingga dapat menciptakan penduduk yang berproduktivitas, serta mempersiapkan akan terjadinya bonus demografi.

Referensi :

www.bkkbn.go.id

http://irwansyah-hukum.blogspot.com

www.satuharapan.com

www.kaltengpos.web.id

www.liputan6.com

www.bahankuliahkesehatan.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline