Lihat ke Halaman Asli

Ninda Ardhita

Pecinta Sastra

Asmarandana Bhadrika Dharma

Diperbarui: 6 Desember 2023   09:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Bhadrika. Pinterest/deviantart

Seekor rusa menggelepar setelah sebuah panah yang kulesatkan dan menancap menembus jantungnya jantungnya. Aku keluar dari tempat persembunyianku. Kutepuk dada kiriku yang semula terasa dihinggapi kerumunan nyamuk. Setelah aku memastikan jika rusa itu telah benar-benar mati, aku memanggul hewan malang itu dengan sebelah bahu.

Aku berjalan ke arah perbatasan hutan. Sekumpulan prajurit pengikutku segera mengambil alih rusa yang semula bermanja pada bahu kekarku. Anak panah serta busur kuserahksn kepada mereka. Aku membersihkan badanku dengan sebuah kain lembab yang telah diberi wewangian.

"Bhadrika!"

Aku menoleh mendapati suara Tanwira. Sahabat yang selalu mengikutiku ketika melakukan kegiatan berburu.

"Hebat sekali dirimu. Sampai mendapatkan rusa sebesar itu."

Aku hanya menjawab dengan deham dan menaiki kudaku. Kujalankan kudaku dengan diikuti Tanwira yang menjalankan kuda melipir ke arahku.

"Kudengar kau akan segera menikah dengan si putri dari Kerajaan Wahya?"

"Ya, dia kekasihku dari balita."

Tanwira tertawa kencang mendengar kalimat konyol dari belah bibirku. Ia menggelengkan kepalanya sembari masih tertawa.

"Jangan bilang kau akan menemuinya lagi di pinggir sungai itu?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline