Lihat ke Halaman Asli

Membentuk Kesadaran Sosial pada Anak

Diperbarui: 21 April 2019   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai makhluk Tuhan, manusia diciptakan tidak untuk hidup sendiri, melainkan berdampingan dengan orang lain karena sejati nya manusia adalah makhluk sosial.

Banyak cara untuk bersosialisasi dengan orang lain, seperti contohnya mengobrol, mengikuti sebuah komunitas, dan sebagainya yang berhubungan dengan orang lain.

Mungkin dari kita ada yang susah untuk bersosialisasi, ya termasuk saya. Merasa kurang percaya diri di lingkungan masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, seperti pengalaman pribadi yang mungkin sedikit kurang mengenakan di lingkungan masyarakat atau bisa juga sedari kecil kurang diajarkan untuk bersosialisasi. Maka dari itu, penting bagi orang tua dalam mengajarkan kesadaran sosial terhadap anak.

Lalu, apa itu kesadaran sosial?

Kesadaran Sosial adalah kemampuan untuk mengambil perspektif dan berempati dengan orang lain, termasuk orang-orang dari berbagai latar belakang dan budaya. Kemampuan untuk memahami norma-norma sosial dan etika untuk perilaku dan untuk mengenali sumber daya dan dukungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Dari pengertian di atas sudah pasti bahwa kesadaran sosial begitu penting di ajarkan pada anak, karena jika anak kesadaran sosial yang baik anak akan mengerti dan paham akan norma-norma di lingkungan sekitarnya, dapat berinteraksi dengan orang yang berbeda latar belakang nya, mengerti pandangan orang lain terhadap sesuatu.

Lalu, bagaimana cara membentuk kesadaran sosial anak?

Pertama kita mulai dari Pengambilan perspektif. Dalam tahap ini, anak diajarkan untuk mengerti dan paham dengan apa yang telah menimpa seseorang. Sebagai contoh, Zuhda kehilangan sebuah mainan mobil-mobilan kemudian sang kakak---Dafiq mencarinya hingga ketemu, dilihat dari peristiwa tersebut anak di ibaratkan berada di posisi Zuhda, maka dia anak mengerti perspektif Zuhda.

Kedua Empati. Empati adalah rasa yang lebih tinggi dari simpati. Jika simpati hanya lebih merasakan dari pada orang lain dan tidak berbuat apa-apa, sedangkan empati lebih pada tindakan yang dilakukan pada sesorang untuk menolong orang tersebut.

Dalam tahap ini anak mulai diajarkan untuk berempati, sebagai contoh kelanjutan dari peristiwa diatas si anak dapat menolong Zuhda untuk menemukan mainannya yang hilang, itu bisa dikatakan anak memiliki mulai merasa empati pada temannya.

Yang ketiga Menghargai perbedaan. Seorang anak memiliki rasa "kok dia berbeda dengan ku?" Bisa karena hal tersebut membuat anak sulit untuk berteman, padahal perbedaan menjadikan kita lebih mengerti. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline