sumber: kompas.com
Beberapa tahun terakhir, industri otomotif terbesar se-Asia Tenggara ada di Thailand. Tapi tensi politik yang terus naik telah mengakibatkan kefrustrasian sejumlah produsen mobil di negeri itu.
****
Aksi berdarah akibat perseteruan politik terjadi lagi di Thailand, pada awal April 2014. Satu nyawa demonstran antipemerintah pun kembali melayang. Sepertinya, kisruh politik di sana memang belum akan segera berakhir. Padahal, jeritan pelaku ekonomi sudah makin menyayat.
Berbagai sektor yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian di Negeri Gajah Putih itu memang mulai terlihat kehilangan daya. Tak hanya sektor wisata, tapi juga sektor-sektor industri lain termasuk otomotif.
Selama bertahun-tahun Thailand memcatatkan prestasi gemilang di bidang produksi dan penjualan otomotif Asia Tenggara. Sedangkan di dunia, produksi mobil di Thailand tercatat berada di urutan ke-9, dengan perbandingan produksi 50 persen untuk ekspor dan sisanya diserap pasar domestik.
Hanya saja kini kondisi dunia otomotif di negeri sungguh jauh berbeda. Tak pelak, banyak investor di bisnis otomotif yang disebut-sebut mulai merasa frustrasi.
Salah satunya dialami produsen mobil bermerek Nissan. Seperti dikutip dari Financial Times, produsen yang memiliki pabrik di Thailand tersebut kini mulai menurunkan target penjualannya. Mereka menuding, ketiadaan intensif atau potongan pajak yang merangsang konsumen di tengah instabilitas politik dan keamanan sebagai alasan utama.
Memang dari data yang ada terungkap, pada kuartal terakhir 201, Nissan hanya bisa menjual 21.700 unit kendaraannya. Angka itu sama dengan separuh dari penjualan Nissan pada tahun sebelumnya, untuk periode yang sama.
Tak hanya Nissan, beberapa produsen kendaraan Jepang lainnya ternyata juga mengambil langkah serupa. Antara lain, Toyota, Honda, Mazda dan Mitsubishi. General Motors (GM), serta Ford. Malahan beberapa dari mereka telah mengumumkan prediksi penurunan penjualan pada 2014.
Produsen Toyota, misalnya, mengumumkan penjualan di Thailand akan turun 13,6 persen atau menjadi hanya 1,15 juta unit. Alhasil, Toyota pun mengungkapkan rasa kecewanya dan mengaku akan berpikir ulang untuk meneruskan rencana investasi barunya sebesar 20 miliar baht atau sertara Rp 7,3 triliun di Thailand, pada awal 2014.
Sementara itu, produsen Honda pun agaknya bersikap setali tiga uang. Executive Vice President Honda Motor Co Tetsuo Iwamura menyatakan, Honda tidak akan menambah lagi investasi di Thailand, setelah sebelumnya mengucurkan dana 17,15 miliar baht atau Rp 6,3 triliun untuk membangun pabrik ketiganya.
Pernyataan pesimistis terkait industri otomotif di Thailand memang bagaikan sahut-menyahut.