Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Manfaat pendidikan dalam kehidupan dunia, yakni membentuk diri yang baik dari keahlian, kemampuan, etika, dan akhlak untuk menjadi pribadi yang baik serta untuk membekali diri dalam menghadapi dunia bermasyarakat. Dalam hal ini pendidikan karakter berperan penting untuk diri kita agar tidak miskin moral dan etika sehingga dapat saling menghargai sesama manusia.
Pendidikan karakter di Indonesia dipertanyakan? Mengapa?
Pada dasarnya pendidikan karakter merupakan suatu sistem untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik pada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, lingkungan maupun kebangsaan.
Pendidikan karakter sebenarnya sudah diterapkan pada pendidikan Indonesia, tetapi mengapa ada banyak kasus yang sering terjadi di tempat pendidikan baik di sekolah, kampus, maupun pesantren? Dari mulai pelecehan seksual oleh teman sebaya, guru/dosen, bahkan oleh pemilik pesantren. Selain itu bullying atau perundungan juga dari dulu masih banyak terjadi bahkan memakan banyak korban. Selain di kehidupan nyata, di media sosial pun juga banyak orang-orang yang krisis etika dalam berkomentar. Ini yang menjadi pertanyaan, apakah pendidikan karakter di Indonesia tidak diterapkan secara maksimal?
Menurut pengalaman, penulis selalu mendapatkan pendidikan karakter di tiap jenjang sekolah melalui pelajaran pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Pancasila, dan lain-lain. Jadi apakah penerapannya bisa dikatakan kurang maksimal? Menurutnya memang kurang, karena pendidikan di Indonesia hanya difokuskan pada ilmu pelajaran sehingga menyebabkan kurangnya penanaman pendidikan karakter.
Jika diberi soal mengenai pendidikan karakter maka soal tersebut tidak efektif untuk mengukur karakter siswa. Misalnya, jika ada teman yang tidak masuk sekolah dikarenakan sakit, kemudian ada PR yang harus dikerjakan, bagaimana cara kamu memberitahu temanmu jika ada tugas? Apakah kamu akan menjenguknya dan memberitahukan PR tersebut atau memberitahu lewat WhatsApp? Untuk hasil nilai ujian yang baik maka jawabannya adalah menjenguk ke rumahnya dan memberitahu tugas sekolah, walaupun pada kenyataannya siswa zaman sekarang lebih sering berinteraksi melalui media sosial. Sehingga pengukuran melalui teori saja tidak cukup untuk menanamkan pendidikan karakter. Anak-anak sebenarnya tahu hal yang benar dan salah, tetapi terkadang mereka tidak peduli dan tetap melanggar nilai-nilai moral.
Untuk kasus-kasus yang terjadi di lingkungan pendidikan menjadi bukti bahwa pendidikan karakter di Indonesia belum berhasil mengontrol perilaku setiap individu baik anak-anak, remaja, bahkan pada usia dewasa. Orang-orang yang mendapatkan pendidikan tinggi juga belum tentu perilakunya baik, hal ini disebabkan kurangnya kesadaran dan perilaku semena-mena tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya yang merugikan orang lain. Banyak korban pelecehan dan perundungan mengalami kerusakan mental sedangkan pelakunya tidak mendapatkan sanksi yang bersifat tegas sehingga banyak orang yang meremehkan hukum dan menjadikan perilaku buruk merupakan hal yang biasa.
Menanamkan pendidikan karakter sejak dini memang tidak mudah, itu menjadi sebuah tantangan bagi orang tua, pengajar, dan lembaga pendidikan agar selalu merealisasikan bentuk pengajaran pendidikan karakter dengan aksi nyata dan selalu melakukan evaluasi serta pengawasan yang ketat sehingga dapat membentuk kebiasaan yang baik.
Martin Luther King mengatakan bahwa "Intelligence plus character that is the goal of true education" (Kecerdasan yang berkarakter itu adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).